Student Mobility Program, Belajar dari Pendidikan Berbasis Komunitas di Al-Zuhri Singapura

Belajar dan berinteraksi bisa dengan siapa saja dan di mana saja. Nabi Muhammad SAW mengajarkan untuk belajar walau sampai ke negeri Cina. Kementerian Agama RI mengajak 75 civitas akademika untuk benchmarking melalui student mobility program. Kunjungan pertama dilakukan ke Institut Pengajian Tinggi Al-Zuhri, sebuah lembaga pendidikan berbasis komunitas yang berada di Singapura baru-baru ini.

Fathurrahman Daud atas nama Pimpinan Institut Pengajian Tinggi Al-Zuhri mengatakan umat Islam Singapura adalah minoritas. Untuk menjaga eksistensinya di bentuk wadah fungsional untuk mengembangkan dakwah melalui Amla (Adminstrasi of Muslim) dan Majelis Agama Islam.

"Kami bersyukur dalam struktur pemerintahan Singapura, umat Islam memiliki Menteri Urusan Agama Islam," kata Fathurrahman. Pemerintah memfasilitasi pengadaan tanah untuk lokasi pembangunan masjid dan menjadi aktifitas pembinaan pendidikan Islam yang efektif.

Fathurrahman menerangkan saat ini ada 6 (enam) madrasah di Singapura yang menawarkan pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, yaitu, Aljunied Al-Islamiah, Irsyad Zuhri Al-Islamiah, Al-Maarif Al-Islamiah, Alsagoff Al-Arabiah, Al-Arabiah Al-Islamiah, dan Wak Tanjong Al-Islamiah. Empat diantaranya merupakan madrasah ko-edukasional, sedangkan dua lainnya merupakan madrasah yang menawarkan pendidikan secara eksklusif untuk anak perempuan.

Sistem dan metode pendidikan di Singapura adalah simultan, terprogram, bertahap. Materi pendidikan Islam diorientasikan pada ibadah praktis, tidak menjejali siswa dengan materi yang bersifat teoritik dan rentan terhadap perbedaan, terang Fathur.

Syafriansyah Kasubdit Sarpras dan Kemahasiswaan atas nama Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam menyampaikan ungkapan terima kasih dan apresiasi kepada Al Zuhri. "Semoga mahasiswa dapat termotivasi dan terinspirasi dalam kunjungan student mobility program,” kata Syafri.

Mas'udin Syarifuddin, Executive Directorat al-Zuhri Institute of Higher Education mengatakan guna menghindari faham radikal dan intoleran masyarakat muslim Singapura membentuk Asatizah Recognition Schema. Hal ini sejalan dengan kondisi sosial politik Singapura yang mefokuskan pada pembangunan keamanan dan stabilitas nasional.

Terkait dengan kegiatan kemahasiswaan diarahkan untuk pengembangan akademik seperti KKN dan pendelegasian ke luar negeri. "Di sini tidak ada demonstrasi mahasiswa karena orientasi kami pada persoalan pragmatis untuk pengembangan SDM," kata Mas'udin.

Di antara Wakil Rektor/Wakil Ketua PTKIN yang ikut serta adalah dari IAIN Salatiga, IAIN Pekalongan, IAIN Padangsidempuan, STAIN Bengkalis, IAIN Bone, IAIN Parepare, IAIN Madura, IAIN Kerinci, IAIN Kediri, IAIN Curup, IAIN Tulungagung, IAIN Metro Lampung, IAIN Gorontalo, UIN Maliki Malang, UIN STS Jambi, UIN Syarif Hidayatulloh Jakarta, UIN Sunan Kalijaga Yogakarta, dan UIN Ar-Raniry Aceh. (Nurul-Humas)