Mansur, Doktor Baru Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga, Teliti Konsistensi Teori Makasid Syari’ah Ibn Asyur

Kalulusan Dr. Mansur setelah mempertahankan karya disertasinya pada promosi terbuka program Doktor Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menambah jumlah Doktor yang dimiliki Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga. Dr. Mansur, M. Ag. mempertahankan karya disertasinya yang berjudul “Konsistensi Teori Makasid Syari’ah Ibn. Asyur dalam Penafsiran Ayat-Ayat Hukum Keluarga” dihadapan tim penguji: Dr. Aly Abdel Moneim, MA., Dr. H. Hamim Ilyas, MA., Prof. Euis Nurlaelawati, MA., Ph.D., Prof. Dr. H. Makhrus, SH., M. Hum., Prof. Drs. K.H. Yudian Wahyudi, MA., Ph.D., (promotor merangkap penguji), DR. H. Agus Moh. Najib, M. Ag., (promotor merangkap penguji), di ruang promosi Doktor kampus setempat, Jum’at, 14/6/19.

Dalam abstraksi karya disertasinya, Mansur menjelaskan bahwa, problem penafsiran Qur’an sesungguhnya adalah bagaimana memaknai teks Qur’an (Nas) yang terbatas dengan konteks yang tak terbatas (an-nusus mutanahiyah wa al-waqi’i gair mutanahy) secara konsisten, karena konteks selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Di saat yang sama, sesungguhnya Qur’an selalu relevan dengan perkembangan dan tuntutan jaman (salih li kulli zaman wa makan). Hal inilah yang kemudian memunculkan adanya berbagai macam epistemologi tafsir yang dipergunakan oleh para mufasir Qur’an. Salah satunya adalah epistemologi “tafsir makasidi” yang ditawarkan Ibn. Asyur.

Melalui karya disertasinya ini, Mansur hendak melakukan kajian bagaimana konsistensi teori makasid syari’ah Ibn. Asyur dalam menafsirkan ayat-ayat hukum keluarga, terutama yang terkait dengan tema kajian nikah beda agama, poligami, dan formulasi waris. Menurut putra kelahiran Cirebon 44 tahun lalu ini, kemenonjolan Ibn. Asyur karena keunikan kepribadiannya dan karya-karya ilmiahnya. Ibn. Asyur memiliki pengaruh sangat kuat dalam kajian teori makasid syari’ah dan tafsir Qur’an, hingga dirinya diangkat sebagai mufti di negaranya. Ibn. Asyur juga merupakan tokoh perintis wacana makasid syari’ah setelah Syatibi, yang menuangkan karya makasidnya dalam karya tafsirnya “Tafsir at-Tahrir wa at-Tanwir.” Kitab Tafsir karya Ibn. Asyur ini memiliki pengaruh dan daya tarik yang dahsyat dalam setiap forum perbincangan para pakar tafsir internasional, hingga terbentuk forum khusus tafsir Ibn. Asyus, yakni; Multaqa Ahl at- Tafsir. dan Disamping itu Ibn. Asyur dipandang sebagai ulama yang obyektif. Meskipun bermadzhab Maliki, Ibn. Asyur sering mengunggulkan wacana dari madzab lain, jika menemukan data yang lebih kuat dan valid.

Melalui karya disertasinya, Mansur melakukan analisa konsistensi penerapan teori makasid syari’ah yang terdapat dalam karya Ibn. Asyur Maqasid asy-Syari’ah al-Islamiyah terkait dengan penafsiran ayat-ayat hukum keluarga dalam karya tafsir Tafsir at-Tahrir wa at-Tanwir, dengan pendekatan historis-filosofis model strukturalisme genetik dan pendekatan content analysis. Melalui pendekatan tersebut, promovendus menganalisis tiga unsur kajian: intrinsik tekstual karya Maqasid asy-Syari’ah al-Islamiyah dan Tafsir at-Tahrir wa at-Tanwir, latar belakang kehidupan dan akar-akar historis pemikiran Ibn. Asyur, serta kondisi sosio-historis kehidupan yang mempengaruhi pemikiran Ibn. Asyur.

Dari kajian disertasinya, promovendus antara lain bisa mengungkap bahwa; Ibn. Asyur mendasarkan teori maqasid syari’ahnya pada empat basis yang menjadi pandangan (nazariyyah), yakni: naluri (al-fitrah), toleransi (as-samahah), persamaan (al-musawah) dan kebebasan (al-hurriyyah). – Konsistensi penafsiran Ibn. Asyur dengan empat basis teori maqasid syari’ahnya terlihat dengan jelas. Terbukti Ibn. Asyur menguraikan tema-tema kajian seputar tafsir ayat-ayat hukum keluarga; nikah beda agama, poligami dan waris. Dalam kajian tafsir nikah beda agama misalnya, Ibn. Asyur menjelaskan adanya larangan terkait nikah beda agama karena untuk menjaga agama (hifz ad-din). Hal ini sesuai dengan basis teori maqasid syari’ahnya terkait dengan konsep al-musawah.

Dalam kajian tafsir poligami, mengapa poligami diperbolehkan, sementara poliandri dilarang dalam Islam. Ibn. Asyur menjelaskan, tidak adanya persamaan di antara laki-laki dan perempuan adalah karena adanya ketentuan hukum (syar’iyyah) yang benar dan didasarkan pada hikmah dan ‘illah yang bisa dipertanggungjawabkan. Argumen adanya pemberlakuan ketentuan syari’ah lebih kuat dibandingkan dengan upaya mewujudkan persamaan hak. Didukung beberapa kaidah (kaidah menjaga keturunan (hifz al-ansab), menjaga fitrah wanita dalam pernikahan dan menyusui, menjaga jiwa dan keturunan, serta membangun peradaban yang baik kalau martabat wanita terlindungi.

Demikian juga halnya mengapa syarat berlaku adil bagi laki-laki yang poligami diarahkan pada hal-hal yang bersifat materi dari pada hal-hal yang bersifat non-materi (kecenderungan hati). Menurut promovendus Ibn. Asyur menegaskan bahwa; as-samahah dan Asyur merupakan bagian dari tujuan-tujuan agama (maqasid ad-din). Dengan adanya as-samahah inilah Allah menjadikan syari’at Islam sebagai agama fitrah, yang mudah diterima dan melepaskan dari kesulitan dan kesusahan. Tuntutan berlaku adil yang bersifat non-materi adalah suatu yang menyulitkan dan menyusahkan bagi laki-laki.

Sementara dalam kajian waris dijelaskan, formulasi waris 2:1 bagi laki-laki dan perempuan karena perbedaan naluri (jibilliyyah), bahwa laki-laki adalah penanggungjawab dan pencari nafkah bagi keluarga. Dari pemikiran Ibn. Asyur tersebut menurut promovendus, Ibn. Asyur telah membangun budaya kritisisme dalam pemikiran tafsir. Ibn. Asyur dapat digolongkan sebagai ulama yang obyektif dan terbuka. Pemikiran Ibn. Asyur mampu mendekatkan syari’ah Islam dalam memecahkan masalah masalah kontemporer era kekinian terkait dengan persoalan modernitas, sosial, politik, ekonomi global, sampai pada persoalan etika global dalam upaya merealisasikan perdamaian dunia, demikian jelas bapak tiga putra dari istri Siti Jahroh, SHI., MSI. (Weni/Doni)