Dari FGD Konsorsium Keilmuan Sosial Humaniora

Melanjutkan serangkaian acara dari pekan ilmiah FISHUM 2017 (Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berlangsung 27 hingga 30 November 2017, diselenggarakan pula kegiatan Focus Group Discussion (FGD). Bertempat diInteractive CenterFISHUM, Rabu, 29/11/17. FGD Konsorsium Ilmu Sosial dan Humaniora membahas tentangTrend kajian Ilmu Sosial dan Humaniora di Indonesia dan Pengembangannya dalam Kurikulum Perguruan Tinggi.

Dr. Mochamad Sodik , S.Sos., M.Si., selaku Dekan FISHUM mengharapkan adanya ide-ide baru yang muncul sehingga kajian ilmu sosial khususnya di FISHUM bisa berkembang. Selain itu, berkembangnya kajian ilmu sosial di lingkungan kampus UIN juga diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap penataan kampus menjadi lebih baik. “Semoga dari kegiatan FGD ini, banyak ide yang muncul. Hal ini untuk penataan UIN menjadi lebih baik,” tuturnya saat memberikan sambutan. Forum ini menghadirkan Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. Drs. KH. Yudian Wahyudi, MA., Ph.D., sebagaiKeynote Speakersekaligus membuka acara. Juga dua pembicara lain; Dr. Siti Ruhaini Dz., MA., dan Robby Muhammad Ph.D., (tokoh penemu nasional versi Tempo).

Pada kesempatan tersebut, sebelum memberikan arahannya tetang bagaimana harus mengembangkan keilmuan Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga ke depan, Prof. Drs. KH. Yudian Wahyudi, MA., Ph.D., memaparkan, masih banyak umat Islam di Indonesia yang keliru mempersepsikan antara budaya Arab dengan ajaran Islam. Persepsi yang keliru ini berakibat banyak orang Islam Indonesia menjadi seperti orang arab dan menganut budaya Arab. Yang perlu dipahami oleh umat Islam Indonesia adalah bahwa Islam masuk Indonesia memakai lisanul kaum (melalui budaya Indonesia). Islam menjadi Indah, luwes dan membaur dengan budaya Indonesia. Sampai di sini tidak ada yang salah dengan Islam, karena Islam itu universal dan bisa beradaptasi dimanapun. Yang salah adalah ketika umat Islam di Indonesia memakai simbul-simbul Wahabi, dan kemudian berpikiran bahwa Islam di luar pemikiran mereka adalah salah. Islam itu mengajarkan kejujuran, keadilan, kebaikan, saling menghormati sesama, menuntut ilmu sepanjang hayat, menjaga alam semesta dan lain-lain, bukan sebatas penampilan fisik. Pikiran-pikiran sempit tentang Islam akan membuat peradaban Islam tertinggal jauh. Sementara, pemikiran untuk kembali pada al Qur’an dan Hadis yang terjebak pada budaya Arab, akan membuat umat Islam tertinggal jauh/tidak maju.

Hal senada juga saat umat Islam memahami tentang ilmu. Kemunduran Islam ditengarai karena pendidikan Islam mengesampingkaneksperimental sciencedan budaya riset, dan mengedepankan keilmuan metafisika, sehingga Islam belum membumi. Untuk membumikan Islam, maka hal-hal yang sifatnya metafisika, transenden, ruhaniah harus diturunkan ke eksperimental dan riset. Sehingga umat Islam bisa melahirkan karya-karya kemanusiaan. Untuk membumikan ajaran Islam, maka kajian Ushul Fikih diturunkan ke Tafsir Ilmiah, agar umat Islam bisa maju.

Lebih jauh Prof. Yudian Wahyudi memaparkan kajian al qur’an tidak terbatas pada kontekstualisasi al Qur’an. Lebih luas lagi kajian tentang matahari, bulan, bintang, dan seisi alam semesta melalui ilmu fisika, matematika, biologi, kimia dan lain-lain, sama halnya dengan mengkaji al Qur’an. Karena segala yang ada di bumi ini telah dijelaskan dalam al Qur’an. Lalu dimana letak keilmuan Sosial Humaniora dalam Islam?

Prof. Yudian memberi gambaran, saat Rasulullah diperintahkan Allah SWT untuk menempatkan Ka’bah di Baitul Maqdis (Israil), Rasulullah menolak, dan menempatkan Ka’bah di tengah-tengah Kota Makkah, Arab Saudi. Perdebatan Rasululah dengan Tuhan semesta alam menggambarkan betapa Rasulullah saat itu telah memiliki pandangan visioner dalam memikirkan masa depan masyarakat Arab, yang hidup di alam yang tandus, sekaligus masa depan dunia. Dengan Ka’bah berada di Arab, maka Makkah menjadi pusat berkumpul umat Islam sedunia melalui ibadah haji dan umrah, sehingga Mekkah menjadi maju dan makmur. Sementara tanpa Ka’bah di sanapun Israil sudah menguasai dunia, apalagi jika ditambah keberadaan Ka’bah disana, maka dikhawatirkan Israil akan menghancurkan dunia. Dari Gambaran itu diharapkan keilmuan Sosial Humaniora di kampus UIN Sunan Kalijaga mampu melahirkan pemikiran-pemikiran visioner dengan berpijak pada al Qur’an dan Hadis. Itu artinya; kembali pada Qur’an dan Hadis dimaknai dengan mengembalikan power Qur’an dan Hadis untuk mengembangkan keilmuan Sosial dan Humaniora. Bukan kembali ke Qur’an dan Hadis dalam bingkai pemikiran Wahabi.

Implementasinya, Islam-metafisika, Islam-religius diturunkan menjadi filsafat dan eksperimental, diaplikasikan ke positifisme-komparatif untuk melahirkan cara produksi dan instrumen untuk mengatasi permasalahan kemanusiaan sesuai jamannya. Kemampuan melahirkan cara produksi akan membuka lapangan kerja seluas-luasnya bagi alumni dan masyarakat luas. Didukung kekuatan al Qur’an dan Hadis sebagai rujukan utama, agar keilmuan Sosial Humaniora di UIN Sunan Kalijaga bisa membumikan Islam.

Sementara untuk berkelas dunia, Fakultas Sosial Humaniora UIN Sunan Kalijaga harus segera membuat Jurnal Internasional. Untuk memacu penulis-penulis jurnal internasional ini dengan menggiatkan diselenggarakannya konferensi internasional dancall for paper. Belajar dari Nanyang University Singapura, yang bisa menjadi nomor 1 Asia dan nomor 11 dunia, karena bisa melahirkan 100 makalah internasional setiap tahunnya melalui jurnal internasional yang dimilikinya.Maka Keilmuan Sosial Humaniora UIN Sunan Kalijaga Harus memantapkan jati diri. Jangan sampai hanya menjadiSocial Scientistsmurni. Salah satu program unggulan Prof. Yudian Wahyudi selaku Rektor adalah menerbitkan 9 jurnal internasional. Penerbitan jurnal dan karya menjadi penting sebagai syarat untuk bersaing dengan Perguruan Tinggi lain. Penerbitan Jurnal baik nasional maupun internasional merupakan implementasi dari usaha mengembangkan Ilmu Pengetahuan.

Sementara itu, Dr. Siti Ruhaini menjelaskan bahwa integrasi interkoneksi antara ilmu agama dan ilmu-ilmu sosial menjadi sangat penting. “Memang ada sesuatu yang perlu ditambahkan dalam kita memaknai agama,” ujarnya.

Ruhaini juga menambahkan bahwa kajian ruang publik terkait dengan masyarakat tidak bisa dilakukan secara sepihak dalam arti nilai agama dan konteks masyarakat menjadi satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan. “Bagaimana kita menempatkan agama?. yakni kita mentransformasi solidaroitas mekanik menjadi organik. Ada persoalan mentalitas. Dalam konteks hari ini, kebenaran itu sendiri tidak cukup ketika kita memasuki ruang publik yang modern kecuali kebenaran itu ditransformasikan menjadi Publichood,” sambungnya.

Menurut Habermas, salah satu tokoh Sosiologi dalam kajian Teori Kritis menyatakan bahwa ruang publik dakam masyarakat demokrasi diperankan oleh 3 elemen. Yakni state, civil society, dan market sector. Market memiliki peran menggiring kita kepada keinginan, bukan kebutuhan. “FISHUM harus mempunyai analisis untuk bisa mentransformasikan sehingga keyakinan bisa ditransformasi menjadi kebaikan di dalam ruang publik,” imbuhnya lagi.

Robby Muhammad Ph.D memandang bahwa kemajuan teknologi dan konteks masyarakat hari ini menjadi penting untuk dalam menentukan perkembangan ilmu sosial kedepan. Beberapa fenomena termasuk maraknya penggunaan gadget yang tidak terlepas dari kehidupan masyarakat menjadi sangat menarik. Bahkan fenomena ini menjadi poin penting berkembangnya Ilmu Sosial. “Kemajuman ilmu itu signifikan ketika ada kemajuan instrumen atau alat. Smart phone menjadi instrumen bagi perkembangan Ilmi Sosial hari ini. Masyarakat mengeluarkan data tanpa ditanya. Semakin banyak perilaku yang terekam atau memiliki jejak2 digital,” jelasnya.

Namun yang menjadi tantangan bagi Ilmu Sosial ialah perlu memiliki perangkat lengkap baik metodologis maupun teoritis. “Pantangannya ialah, trend kedepan, semangat interdisiplin secara metodologis dan teoritis akan semakin besar. Karena ketika masyarakat berfikir rasional ternyata bukan dipakai untuk kebenaran tapi untuk pembenaran atas kepercayaan dirinya,” imbuhnya lagi (Royyan, Tri, Weni-Humas)