Di tengah derasnya arus globalisasi dan tuntutan industri halal yang kian kompleks, Institute for the Study of Law and Muslim Society (ISLaMS) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta kembali menegaskan eksistensinya sebagai ruang intelektual yang progresif. Rabu (18/6), ISLaMS menggelar Thesis Talk #5 di Ruang Technoclass, Fakultas Syariah dan Hukum (FSH), mengangkat tema tajam dan aktual: “‘Halal’ dalam Kajian: Norma dan Politik Hukum Jaminan Produk Halal di Indonesia.”
Bukan sekadar forum diskusi biasa, Thesis Talk telah menjadi ajang yang mempertemukan akademisi, praktisi, dan pemangku kepentingan untuk membedah isu-isu hukum Islam secara kritis. Forum ini menyuguhkan atmosfer akademik yang hidup, serius namun hangat, reflektif sekaligus membumi.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua Program Studi Doktor Ilmu Syariah, Dr. Kholid Zulfa, M.Si., membuka kegiatan dengan sentilan penting soal “manajemen kuliah”. Ia menekankan bahwa kecerdasan bukan satu-satunya kunci sukses studi pascasarjana. “Lambat atau cepatnya penyelesaian tesis lebih banyak ditentukan oleh manajemen pribadi. Ini soal disiplin dalam ruang privat akademik,” ujarnya. Di balik pernyataan itu, tersirat satu pesan kuat: bahwa produktivitas akademik tidak lahir dari ruang kosong, melainkan dari ekosistem yang suportif.
Sinyal peran institusional pun ditegaskan oleh Sekretaris Direktur ISLaMS sekaligus Dekan FSH, Prof. Dr. Ali Sodiqin. Baginya, ISLaMS hadir sebagai oase intelektual di tengah keringnya diseminasi riset. “Kami ingin menghidupkan kembali semangat akademik yang sempat lesu. ISLaMS lahir untuk itu,” tegasnya, sembari menyebut Thesis Talk, Brown Paper (BaPer), hingga Friday-Evening Talk (Frie-Talk) sebagai ikhtiar kolektif mengembalikan marwah keilmuan.
Sementara itu bertindak sebagai narasumber Dr. Muhammad Lutfi Hamid, M.Ag. alumnus Syariah UIN Sunan Kalijaga yang juga pernah menjabat sebagai Sekretaris BPJPH (2018–2021). Dengan latar belakang pengalaman birokratis dan akademik yang solid, ia menelusuri sejarah dan dinamika regulasi halal dari lensa politik hukum. “UU No. 33 Tahun 2014 lahir di tengah semangat demokratisasi. Tapi partisipasi masyarakat masih belum optimal,” ungkapnya.
Ironisnya, lanjut Lutfi, justru konfigurasi politik yang lebih tertutup seperti omnibus law dan UU No. 6 Tahun 2023, menghasilkan regulasi yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat. “Ada paradoks dalam politik hukum halal: demokrasi tidak selalu menjamin partisipasi, dan otoritarianisme justru melahirkan responsivitas,” katanya lugas.
Tak kalah tajam, narasumber lainnya, dosen Hukum Ekonomi UIN Sunan Kalijaga, Dr. Diky Faqih Maulana, M.H., menyoroti transisi kewenangan dalam penyelenggaraan jaminan halal. “Setelah dua dekade berada di tangan MUI sebagai LSM, kini pemerintah hadir dengan UU JPH. Ini adalah peralihan dari otoritas kharismatik ke otoritas legal formal,” jelas Diky, mengacu pada teori otoritas Max Weber.
Diky juga mencermati bagaimana masyarakat merespons perubahan regulasi ini melalui tiga sikap: teologis, sosiologis, dan politis. Ia menyebut, sikap-sikap tersebut sering kali tidak tetap, tetapi mengalami pergeseran tergantung konteks sosial-politik. Dalam kerangka yang lebih luas, ia mengapresiasi kehadiran Master Plan Industri Halal Indonesia (MPIHI) 2023 - 2029 sebagai manifestasi keseriusan negara. “Langkah ini bukan sekadar teknokratis, tapi juga strategis untuk menopang kedaulatan konsumen Muslim di era global,” tegasnya.
Kegiatan ditutup dengan refleksi dari Direktur ISLaMS, Prof. Euis Nurlaelawati. Ia menekankan pentingnya membangun pendekatan akademik dalam mengkaji hukum Islam secara serius dan berkelanjutan. “ISLaMS bukan hanya ruang berpikir, tapi juga ruang membangun paradigma. Kami akan terus menjaga atmosfer akademik yang sehat dan kritis,” ujarnya.
Di balik tema yang teknis dan terdengar kaku, politik hukum jaminan produk halal Thesis Talk #5 justru berhasil menyajikannya dalam format yang hidup, memancing dialog, dan membuka ruang-ruang tafsir baru dalam dunia hukum Islam kontemporer. Forum ini bukan hanya memperkaya wacana, tetapi juga menjadi laboratorium berpikir strategis bagi masa depan regulasi halal di Indonesia.(humassk)