Depresi Menurut Alquran: Jenis, Pengertian dan 7 Terapi Qurani

Lamanya isolasi mandiri dengan tinggal di rumah berpekan-pekan membuat banyak orang sedih, gelisah, sampai merasa tertekan. Seperti saat sekarang ini, keluar rumah pun dibatasi karena alasan kesehatan, sehingga bisa menimbulkan depresi.

Depresi adalah suatu kondisi medis berupa perasaan sedih yang berdampak negatif terhadap pikiran, tindakan, perasaan, dan kesehatan mental seseorang.

Dalam Alquran ada beberapa kosa kata yang punya makna sama atau berdekatan makna dengan depresi, antara lain ‘huzn” (حزنٌ), “ghamm”( غمٌّ), “hamm (همٌّ)”, dlaiq (ضيقٌ) , dan “asaf” (أسف ).

“Huzn” menurut al-Aşfahāni dalam Mufradāt al-Fāzhil Qur'ān adalah keadaan jiwa yang sedih. Ada juga yang berpendapat bahwa “huzn” adalah perasaan sedih karena tidak beruntung, kehilangan sesuatu yang disayangi, dan ketidakberdayaan.

Tentu saja, perasaan ini biasanya bersikap pasif, ketika seseorang menjadi pendiam, kurang aktif, emosional dan tertutup.

Huzn” terkadang berupa perasaan tidak senang dengan apa yang terjadi, dengan berbagai problem yang dihadapi atau kondisi di luar kehendak manusia yang membuatnya secara psikologis berada di bawah tekanan, sehingga yang bersangkutan tidak merasa nyaman dengannya.

Diksi “huzn” disebutkan dalam Alquran sebanyak 42 kali dengan berbagi derivasinya dalam 25 surat. Misalnya firman Allah SWT:

وَٱصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا بِٱللَّهِ ۚ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَكُ فِى ضَيْقٍ مِّمَّا يَمْكُرُونَ

Washbir wa mā shabruka illā billāh wa lā tahzan ‘alaihim wa lā taku fī dlaiqin mimmā yamkurūn.

“Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati (huzn) terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada (dlaiq) terhadap apa yang mereka tipu dayakan.” (QS An Nahl: 127)

Ibnu ‘Āsyur dalam al-Tahrīr wal-Tanwīr mengulas, bahwa ayat ini menunjukkan betapa tingginya kesabaran yang harus dimiliki Rasulullah SAW tatkala menghadapi gangguan orang-orang kafir, sehingga kesabarannya dibutuhkan adanya keterlibatan Allah SWT.

Dari ayat ini bisa diambil pelajaran bahwa pada dasarnya manusia dituntut untuk bersabar dalam menghadap berbagai problem yang dihadapi, termasuk menghadapi Covid-19 dengan mengikuti berbagai protokol kesehatan, antara lain melakukan physical distancing (jarak fisik), tidak boleh keluar rumah kecuali ada keperluan yang mendesak.

Jika tahap kesabaran ini tidak dilakukan maka akan masuk pada level “huzn” yaitu berupa perasaan tidak senang dengan apa yang terjadi yang membuatnya berada di bawah tekanan psikologis, sehingga yang bersangkutan tidak merasa nyaman dengannya.

Kalau gangguan mental seperti ini tidak segera dikendalikan maka akan semakin memuncak lalu masuk ke level “dlaiq” perasaan sempit dan sulit, sehingga dalam kondisi seperti ini yang bersangkutan sulit mengekpresikan keadaannya dengan kata-kata.

“Ghamm” adalah kesedihan yang meningkat berupa kecemasan tatkala suatau peristiwa atau musibah terjadi. Misalnya kesedihan dan kegelisahan yang menimpa seorang mahasiswa tatkala ia melihat nilai buruk dalam ujian.

Atau kesedihan dan kegelisahan yang diderita seseorang pada musim covid-19 ini, ia tidak bisa hidup bebas, harus menetap di rumah, jenuh dan tidak bisa beraktifitas sebagaimana bisanya. Diksi “gamm” disebutkan dalam Alquran sebanyak 11 kali dengan berbagai derivasinya. Misalnya firman Allah SWT:

فَٱسْتَجَبْنَا لَهُۥ وَنَجَّيْنَٰهُ مِنَ ٱلْغَمِّ ۚ وَكَذَٰلِكَ نُۨجِى ٱلْمُؤْمِنِينَ

“Fastajabnā lahụ wa najjaināhu minal-gamm, wa każālika nunjil-mu`minīn.”

“Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” (QS Al Anbiya: 88)

Ayat ini mengabarkan tentang nabi Yunus AS ketika ia pergi, tanpa ada perintah dari Allah, dalam keadaan marah terhadap kaumnya yang terus-menerus berada dalam kemaksiatan.

Dia menyangka bahwa Allah SWT tidak akan menghukumnya atas kepergiannya, sehingga ia pun diuji dengan ujian yang sulit dan berat tatkala ditelan oleh ikan besar dan terpenjara didalamnya.

Lalu dalam kegelapan perut ikan, kegelapan laut dan kegelapan malam, ia pun berdoa sembari mengakui dosanya dan bertobat kepada Allah, ia berkata, "Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain-Mu, Engkau Mahasuci lagi Agung, sungguh aku termasuk orang-orang yang zalim. Maka tatkala ia dalam kesedihan dan duka (ghamm) ini Allah SWT memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari kedukaan.

Hamm” adalah gangguan mental berupa berpikir negatif secara terus menerus tentang kemungkinan ancaman di masa depan dan bagaimana cara mengatasinya. Gangguan itu bisa dalam bentuk pertanyaan internal (dalam bahasa Jawa pertanyaan gek-gek) seperti "Bagaimana jika ini atau itu terjadi?", “bagaimana jika Covid-19 ini tidak segera berakhir? Apa persediaan makanan bisa mencukupi?” dan sebagainya.

Dengan demikian ada perbedaan yang jelas antara “huzn”, “ghamm”, dan “hamm”. Menurut Ibnul Qayyim al-Jauziyyah dalam kitabnya Fawaid al-Fawaid bahwa “huzn” adalah kesedihan karena peristiwa atau musibah yang sudah terjadi, “ghamm” adalah kesedihan yang yang sedang terjadi, sedangkan “hamm” adalah kesedihan atau kekhawatiran tentang apa yang akan terjadi.

Adapun “asaf” , menurut al-Rāgib al-Aşfahāni, adalah kesedihan yang dibarengi dengan amarah seperti firman Allah SWT:

فَرَجَعَ مُوسَىٰٓ إِلَىٰ قَوْمِهِۦ غَضْبَٰنَ أَسِفًا ۚ قَالَ يَٰقَوْمِ أَلَمْ يَعِدْكُمْ رَبُّكُمْ وَعْدًا حَسَنًا ۚ أَفَطَالَ عَلَيْكُمُ ٱلْعَهْدُ أَمْ أَرَدتُّمْ أَن يَحِلَّ عَلَيْكُمْ غَضَبٌ مِّن رَّبِّكُمْ فَأَخْلَفْتُم مَّوْعِدِى

“Fa raja'a mụsā ilā qaumihī gaḍbāna asifā, qāla yā qaumi a lam ya'idkum rabbukum wa'dan ḥasanā, a fa ṭāla 'alaikumul-'ahdu am arattum ay yaḥilla 'alaikum gaḍabum mir rabbikum fa akhlaftum mau'idī”

“Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. Berkata Musa: "Hai kaumku, bukankah Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu suatu janji yang baik? Maka apakah terasa lama masa yang berlalu itu bagimu atau kamu menghendaki agar kemurkaan dari Tuhanmu menimpamu, dan kamu melanggar perjanjianmu dengan aku?." (QS Thaha: 86)

Sekarang muncul pertanyaan bagaimana terapi Alquran dalam mengatasi problem depresi berupa ‘huzn” (حزنٌ), “ghamm”( غمٌّ), “hamm (همٌّ)”, dlaiq (ضيقٌ) , dan “asaf” (أسف ) itu?

Alquran sebagai mukjizat sepanjang masa telah memberikan terapinya antara lain:

1. Mengikuti petunjuk ajaran Allah dan Rasul-Nya

قُلْنَا ٱهْبِطُوا۟ مِنْهَا جَمِيعًا ۖ فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّى هُدًى فَمَن تَبِعَ هُدَاىَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

Qulnahbiṭụ min-hā jamī'ā, fa immā ya`tiyannakum minnī hudan fa man tabi'a hudāya fa lā khaufun 'alaihim wa lā hum yaḥzanụn

“Kami berfirman: "Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran (“khauf”) atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati (“huzn”)". (QS Al Baqarah: 38).

Dalam menghadapi Covid-19 kita harus tetap beraktivitas, tetapi beraktifitas yang sesuai dengan petunjuk Allah SWT. Diantara petunjuk-Nya yaitu kita dilarang menjatuhkan diri sendiri ke dalam kebinasaan (QS Al Baqarah: 195).

Dalam konteks sekarang ini ayat ini memberi pelajaran kepada kita antara lain untuk menjaga kesehatan, menjaga jarak, dan tidak berkerumun. Kalau hal ini dipatuhi, maka gangguan mental berupa kekhawatiran dan kesedihan akan jauh dari kehidupan kita.

2. Istiqamah teguh pendirian dalam bertauhid kepada Allah SWT

إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُوا۟ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسْتَقَٰمُوا۟ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ.

Innallażīna qālụ rabbunallāhu ṡummastaqāmụ fa lā khaufun 'alaihim wa lā hum yaḥzanụn

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah", Kemudian mereka tetap istiqamah. Maka tidak ada kekhawatiran (khafun) terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita (yahzanun).” (QS Al Ahqaf 13)

Pengakuan dan keyakinan bahwa hanya Allah-lah yang memelihara kita dan hanya Allah-lah yang menjaga kita, akan memberi ketenangan dalam kehidupan kita, tidak akan takut (khaufun) tentang apa yang akan terjadi di masa yang akan datang dan tidak kwatir (yahzanun) atas apa yang telah terjadi dengan musibah ini, karena Allah SWT tetap memelihara dan menjaga kita.

3. Optimistik

وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

Wa lā tahinụ wa lā taḥzanụ wa antumul-a'launa in kuntum mu`minīn

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS Ali Imran: 139)

Sikap mental yang lemah dalam menghadapi musibah covid-19 ini akan berakibat pada sikap mental yang serba kawatir dan sedih. Maka jauhkanlah sikap-sikap seperti itu sehingga kita menjadi manusia unggul di hadapan Allah SWT

4. Senantiasa merasa bersama Allah SWT

لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا ۖ

lā taḥzan innallāha ma'anā.“Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.” (QS At Taubah: 40)

Jika kita dalam keadaan depresi, serba kawatir atau takut, maka usahakanlah mensugesti diri bahawasanya Allah beserta kita dan semua yang ada di dunia ini ada dalam pengawasan dan pengaturan Allah SWT. Sehingga jika sudah terjadi merasa ma’iyyah (kebeersamaan dengan Allah SWT) penyakit atau musibah apapun akan dihadapi dengan tenang dan kepasrahan kepada Allah, sambil berikhtiar yang optimal, karena kepasrahan dan ikhtiar keduanya diperintah Allah SWT.

5. Bersyukur atas nikmat Allah SWT

وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَذْهَبَ عَنَّا الْحَزَنَ ۖ إِنَّ رَبَّنَا لَغَفُورٌ شَكُورٌ

Wa qālul-ḥamdu lillāhillażī aż-haba 'annal-ḥazan, inna rabbanā lagafụrun syakụr

Dan mereka berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami. Sesungguhnya Tuhan kami benar-benar Mahapengampum lagi Mahamensyukuri." (QS Fațir: 34)

Betapa banyak karunia dan nikmat yang Allah berikan kepada kita selama ini, nikmat udara yang bisa kita peroleh secara gratis, nikmat bisa bernafas dan kenikmatan-kenikmatan lainnya. Jangan sampai musibah yang sedang dihadapi ini menghapuskan kenikmatan yang selama ini Allah berikan. Maka sikap yang selalu bersyukur atas nikmat yang Allah SWT berikan akan menghilangkan kesedihan dan kekhawatiran yang menghantui diri kita.

6. Memperbanyak doa

أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الْأَرْضِ ۗ أَإِلَٰهٌ مَعَ اللَّهِ ۚ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ

Am may yujībul-muḍṭarra iżā da'āhu wa yaksyifus-sū`a wa yaj'alukum khulafā`al-arḍ, a ilāhum ma'allāh, qalīlam mā tażakkarụn

“Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)? amat sedikitlah kamu mengingati(Nya).” (QS An Naml: 62)

Dalam hadits sahih disebutkan bahwa doa itu senjata bagi orang yang beriman. Rasulullah telah mengajarkan kita berdoa agar dihilangkan rasa kawatir dan kesedihan:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ

“Allāhumma innī a’ūżubika minal hammi wal hazan. wa a’ūżu bika minal ‘ajzi wal kasali, wa a’ūzu bika minal jubni wal bukhli, wa a’ūźubika min ghalabatid daini wa qahrir rijāl.”

“(Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari rasa sedih dan gelisah, aku berlindung pada-Mu dari sifat lemah dan malas, dan aku berlindung pada-Mu dari sikap pengecut dan bakhil, dan aku berlindung pada-Mu dari cengkaman hutang dan penindasan orang)”

7. Senantiasa istighfar dan beramal saleh

وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَىٰ

Wa innī lagaffārul liman tāba wa āmana wa 'amila ṣāliḥan ṡummahtadā. “Dan Sesungguhnya Aku Mahapengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar." (QS Taha: 82)

Musibah covid-19 ini jangan sampai mematikan kreativitas. Berkarya apa saja yang bisa dilakukan selama tidak melanggar protokol kesehatan, sebaiknya tetap dilakukan. Berkarya dan beramal saleh di samping akan menambah penghasilan juga akan mengurangi perasan kawatir, cemas, dan sedih.

Di samping itu, berkarya dan beramal saleh itu hendaklah disertai dengan istighfar (permohonan ampunan), karena boleh jadi musibah yang dihadapi ini adalah akibat dari dosa yang kita kerjakan. Di samping itu dengan beristighfar kita akan dapat jaminan dari Rasulullah SAW. Dalam suatu hadīś yang diriwayatkan Ahmad dari Ibnu Abbās

"Barang siapa memperbanyak istighfar, niscaya Allah memberikan jalan keluar bagi setiap kesedihannya, kelapangan untuk setiap kesempitannya, dan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka." Amiin.
Oleh Prof Dr Syihabuddin Qalyubi, Lc, MAg /Wakor Kopertais Wil III DIY, guru besar Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
(Artikel telah dimuat media online Republika.co.id Mei 2020)