IMG-20250522-WA0164.jpg

Kamis, 22 Mei 2025 13:56:00 WIB

0

Warisan Budaya dalam Balutan Kain: Pameran IDKS 2025 dan Semangat Pelestarian dari Prodi Ilmu Perpustakaan

Kamis (22/5/2025) Program Studi Ilmu Perpustakaan Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga menggelar Pameran Budaya sebagai tindak lanjut dari mata kuliah Informasi dalam Konteks Sosial (IDKS). Dengan mengusung tema “Kain Khas Nusantara”. Pameran yang di gelar di halaman Gedung Convention Hall ini menampilkan lebih dari sekadar tekstil. Ia menjadi ruang dialog antar generasi, antara masa lalu dan masa kini  budaya Indonesia.


Acara ini turut dihadiri oleh Rektor UIN Sunan Kalijaga Prof. Noorhaidi Hasan, Dekan Fakultas Adab dan Ilmu Budaya, Prof. Dr. Nurdin, segenap Wakil Dekan, serta dosen Program Studi Ilmu Perpustakaan.

Rektor dalam sambutannya, menyampaikan apresiasi yang mendalam terhadap kegiatan yang digelar mahasiswa ini. “Kita sangat bangga menyaksikan pameran budaya yang diselenggarakan Prodi Ilmu Perpustakaan ini. Ini adalah bentuk nyata kreativitas Fakultas Adab dan Ilmu Budaya, sekaligus kontribusi penting bagi pelestarian keberagaman budaya Indonesia,” tutur Rektor.


Ia juga menekankan bahwa perpustakaan bukan sekadar ruang sunyi yang penuh buku, melainkan juga menjadi penjaga warisan budaya. “Batik, tenun, dan berbagai kain tradisional lainnya layak dikoleksi perpustakaan sebagai pengetahuan yang hidup,” tambahnya, seraya membagikan pengalamannya saat tinggal di Belanda, di mana warisan dan kreativitas warga negara terdokumentasi dengan baik.


Sementara itu, Wakil Dekan III Fakultas Adab dan Ilmu Budaya Dr. Syamsul Arifin, dalam sambutannya, menyebut kegiatan ini sebagai buah dari pembelajaran yang bermakna. “Ini bukan sekadar tugas kuliah, tetapi proses belajar yang memantik kesadaran budaya.” ujarnya.

Adapun, dosen pengampu mata kuliah IDKS, Dr. Labibah Zain, menuturkan bahwa pameran ini merupakan praktik langsung dari teori pengemasan ulang informasi dalam konteks sosial. “Sejak 2012, IDKS telah menampilkan tema-tema seperti makanan tradisional, permainan rakyat, dan pendidikan lokal. Tahun ini, tema kain Nusantara dipilih untuk memperluas wawasan mahasiswa terhadap budaya tekstil Indonesia,” ungkapnya.


Kepiawaian mahasiswa dalam menata stan dan mengangkat filosofi di balik tiap lembar kain mendapat apresiasi luas. Ketua Panitia IDKS 2025, Hamdani Ash-Shiddieqy, menjelaskan bahwa kain yang ditampilkan tak hanya sekadar mengandung unsur estetik, tetapi juga membawa nilai, makna, dan sejarah yang dalam. “Kami ingin pengunjung memahami bahwa tiap motif memiliki cerita, dan tiap benang menjalin identitas,” katanya.

Setidaknya sebelas jenis kain khas dari berbagai daerah dipamerkan, antara lain Batik Gumelem dari Banjarnegara, Ulos dari Batak, Sekar Nitik dari Bantul, Batik Remekan dari Wonogiri, Songket Pandai Sikek dari Minangkabau, Jumputan dari Palembang, Parang Klitik dari Yogyakarta, Kain Bokek dari Papua Barat, Lurik Solo, Kewatek dari Flores, hingga Sembagi dari Kraton Yogyakarta.


Kehadiran Erwi Kuswandari, S.E. dari Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah DIY menjadi catatan tersendiri. Ia memuji keberagaman koleksi dan cara penyajiannya. “Saya sangat terkesan dengan gagasan cemerlang para mahasiswa. Ini bukan hanya menarik, tapi juga sangat edukatif,” katanya.

Lebih dari sekadar pameran, IDKS 2025 menjadi laboratorium budaya, tempat mahasiswa tak hanya belajar dari buku, tapi juga dari tindakan nyata, menyusun narasi, dan menyulap informasi menjadi pengalaman berharga.

Dan di sinilah letak kekuatan pendidikan berbasis aksi. Kain-kain yang terpajang bukan hanya barang koleksi, melainkan simpul-simpul identitas bangsa yang disulam ulang oleh tangan-tangan muda yang sadar akan pentingnya pelestarian. Sehelai kain bisa jadi tak bersuara, tetapi melalui mahasiswa Ilmu Perpustakaan, ia mampu bersaksi tentang betapa kayanya negeri ini.(humassk)