dd5c2d6a-c69d-43d7-a1e6-3429cf846537.jpg

Jumat, 03 Oktober 2025 17:30:00 WIB

0

FDK UIN Sunan Kalijaga Selenggarakan Studium Generale, Refleksikan Peran Mahasiswa dalam Transformasi Sosial Bersama Ganjar Pranowo

Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menyelenggarakan Stadium Generale bertajuk “Gagasan-gagasan Transformasi Sosial untuk Indonesia”. Kegiatan yang didesain untuk induksi mahasiswa baru Fakultas Dakwah dan Komunikasi ini, dihadiri oleh Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi  Prof. Dr. Arif Maftuhin, segenap wakil dekan, para dosen, dan tenaga kependidikan.

Dalam kegiatan yang digelar pada Jumat (3/10/2025) di Aula Convention Hall Lt 1, Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikas Prof. Dr. Arif Maftuhin, menegaskan bahwa syarat utama terwujudnya transformasi sosial adalah adanya kepedulian rakyat serta ruang kebebasan untuk menyampaikan kritik. Lebih dari itu, seorang pemimpin harus memiliki kesiapan untuk dikritik dan keterbukaan dalam menerima kritik sebagai bagian dari proses perbaikan. Kehadiran tokoh-tokoh dan narasumber inspiratif dalam forum ini diharapkan dapat memberikan perspektif yang luas tentang bagaimana ilmu, integritas, serta kepedulian sosial dapat dikonversi menjadi tindakan nyata yang bermanfaat bagi umat dan bangsa.


Forum akademik ini menghadirkan sejumlah narasumber, salah satunya mantan Gubernur Jawa Tengah 2 periode, Ganjar Pranowo yang menyampaikan orasi intelektual berjudul “The Changemaker: Transformasi Sosial di Indonesia”.

Dalam presentasinya, Ganjar menegaskan bahwa setiap individu, terutama kalangan muda, memiliki potensi untuk menjadi penggerak perubahan sosial. Kreativitas dan keberanian adalah modal awal yang memungkinkan mahasiswa untuk mengambil peran transformatif. “Siapa yang bisa mengubah situasi? Setiap individu, termasuk kawan-kawan, kalau orangnya kreatif dan punya nyali, maka ia punya peluang untuk mengubah itu,”


Lebih jauh, Ganjar menekankan bahwa transformasi sosial menuntut integritas, kolaborasi, serta keberanian untuk bertindak. Tanpa integritas, gagasan hanya akan kehilangan substansi dan berubah menjadi komoditas. Politik, dalam pandangannya, tidak boleh direduksi menjadi arena perebutan kekuasaan, tetapi harus dipahami sebagai instrumen untuk menjawab kebutuhan mendasar masyarakat, seperti akses pendidikan dan pelayanan publik. Dalam konteks inilah pemuda dipandang sebagai motor civil society yang memiliki kapasitas untuk memengaruhi proses pengambilan keputusan.

Dalam kesempatan tersebut, Ganjar juga menyoroti isu korupsi, kolusi, dan nepotisme yang menurutnya merupakan akar persoalan bangsa sekaligus penghambat utama pembangunan. Ia menilai bahwa pembangunan budaya antikorupsi harus ditanamkan sejak dini, salah satunya melalui jalur pendidikan. Menurutnya, selama ini wacana antikorupsi relatif lebih mendapat sorotan, sementara praktik kolusi dan nepotisme kerap luput dari perhatian publik, padahal keduanya sama berbahayanya dan memiliki daya rusak yang tidak kalah besar.

Ketiganya, jika dibiarkan, tidak hanya merusak sistem politik dan pemerintahan, tetapi juga melemahkan sendi-sendi moral dan keadilan sosial. Karena itu, mahasiswa sebagai calon pemimpin bangsa dituntut untuk menumbuhkan kesadaran kritis sekaligus menjadi teladan dalam menolak dan melawan praktik tersebut.

Untuk dapat sampai ke level tersebut, Ganjar  mengingatkan mahasiswa untuk berhati-hati memanfaatkan teknologi digital, termasuk kecerdasan buatan (AI). Bagi Ganjar, AI dapat mendukung proses belajar, namun penggunaannya harus kritis, dengan selalu berpijak pada hasil riset, data empiris, serta regulasi yang sahih. “Tidak ada proses belajar yang instan, termasuk dalam politik. Semua menuntut konsistensi, integritas, dan proses yang panjang,” tegasnya.

Di samping itu, ia mengingatkan bahwa prestasi akademik semata tidak cukup untuk melakukan transformasi sosial. Softskill seperti kepemimpinan, komunikasi, dan problem solving justru menjadi bekal penting yang sering kali kurang diasah. Untuk mengasah itu semua, mahasiswa  harus aktif dalam organisasi, kelompok diskusi, maupun berbagai forum intelektual lannya,” tegasnya. (humassk)