Di tengah
arus deras industrialisasi pendidikan dan maraknya orientasi pasar dalam dunia
akademik, Prof. Dr. Sembodo Ardi Widodo, M.Ag, tampil berbeda. Dalam orasi
ilmiahnya yang berjudul "Memaknai Kembali Hakikat dan Sasaran Utama
Pendidikan", yang dibacakan pada saat Pengukuhan Guru Besar UIN Sunan
Kalijaga, Rabu 30 April 2025, ia memantik kesadaran kolektif untuk kembali
menengok substansi terdalam dari pendidikan: memanusiakan manusia.
Orasi yang
disampaikan dengan penuh refleksi filosofis itu membongkar kegelisahan atas
wajah pendidikan hari ini. Bagi Prof. Sembodo, pendidikan bukanlah sekadar
jalur menuju dunia kerja atau sekadar transmisi ilmu pengetahuan. Lebih dari
itu, pendidikan adalah proses spiritual dan kultural yang membentuk pribadi
manusia yang utuh—beriman, berakal, dan berakhlak.
"Pendidikan
kita hari ini kehilangan arah. Ia telah menjadi industri, kehilangan
keheningan, dan terjebak dalam kompetisi," tegasnya dari podium, dalam suasana
yang hening namun sarat makna.
Menyitir
pemikiran Ki Hadjar Dewantara, Paulo Freire, hingga al-Ghazali, Prof. Sembodo
menyerukan perlunya reorientasi pendidikan. Sasaran utamanya bukan sekadar
lulusan yang kompeten, tapi pribadi yang bijak, sadar, dan bermartabat.
Pendidikan, katanya, adalah “jalan menuju keikhlasan dan kesadaran diri yang
transenden.”
Ia
mengusulkan agar pendidikan dipahami sebagai amal ibadah, bukan layanan jasa.
Dengan begitu, guru bukan sekadar pengajar, melainkan penuntun ruhani yang
memikul amanah kemanusiaan.
Tak
pelak, orasi ini menjadi semacam manifesto peradaban. Di tengah kegamangan
zaman, Prof. Sembodo menghidupkan kembali nyala idealisme pendidikan, yang
selama ini redup di balik laporan akreditasi dan indeks kinerja.
Orasinya
bukan hanya menyentuh nalar, tapi juga menggugah nurani—menawarkan harapan
bahwa pendidikan masih bisa menjadi ladang kesalehan, tempat tumbuhnya manusia
yang utuh, bukan hanya pekerja yang patuh. (humassk)