Senyum Amy merekah di antara toga dan samir yang ia kenakan. Pada Wisuda Periode IV Tahun Akademik 2024/2025 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Rabu (13/8), namanya dipanggil sebagai wisudawan terbaik tercepat dengan IPK sempurna 4,00. Ia hanya membutuhkan waktu 1 tahun 9 bulan 11 hari untuk menuntaskan studinya di Program Studi Pendidikan Bahasa Arab Program Magister Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
Bagi perempuan kelahiran 25 tahun silam ini, lulus
magister dengan predikat yang ia sandang adalah hal yang tidak pernah ia duga, tidak
pernah juga direncanakan. Ia menambahkan, kebahagiaan sejatinya milik orang tua
dan semua pihak yang percaya pada potensinya. “Mereka yang lebih layak merasa
bangga, dan saya pun akhirnya ikut bangga karena mereka yang selalu mendukung
dan percaya pada saya turut merasakan kebahagiaan ini,” tutur Amy.
Amy juga menyadari sepenuhnya bahwa setiap hasil adalah
buah dari usaha. Dalam menempuh studi magister, ia memilih untuk belajar dengan
kesungguhan, mengerjakan setiap tugas secara maksimal, mencari jawaban atas hal
yang belum ia ketahui, dan tak segan bertanya kepada siapa pun ketika menemui
kesulitan. Bahkan, topik tesis sudah ia pikirkan jauh sebelum masa penyusunan
tiba. Berbagai artikel yang ia tulis sebagai bagian dari tugas mata kuliah pun
digarap dengan serius dan semua berhasil dimuat di jurnal bereputasi. Dari sini
tergambar bahwa Amy bukan sekadar memahami pengetahuan, tetapi juga menenunnya
menjadi temuan-temuan baru, melahirkan gagasan segar melalui kerja ilmiah yang
tekun dan terarah.
Amy
mengaku, keberhasilan ini tak mungkin tercapai tanpa dukungan yang selalu
menguatkannya, dosen yang suportif, teman-teman yang kolaboratif, dan terutama
orang tua yang percaya serta memberi semangat tanpa henti. Baginya, pencapaian
ini adalah buah kerja bersama. “Ini bukan
murni pencapaian saya sendiri, banyak orang terlibat di balik apa yang saya
raih hari ini,” tuturnya.
Di
balik momen wisuda yang membanggakan, Amy pernah melalui masa yang tidak mudah.
Tahun 2024 menjadi ujian berat bagi keluarganya, ketika usaha yang telah
dirintis orang tuanya mengalami kemunduran hingga harus melepas sejumlah aset. Pada saat itu, Amy tengah berada di Malaysia sebagai Volunteer
Arabic Camp di semester ketiga studinya. “Perasaan saya sempat goyah,
tapi saya tahu saya harus menuntaskan amanah yang sudah saya mulai,” kenangnya.
Situasi
tersebut tidak mematahkan semangat Amy. Sang ayah perlahan membangun kembali usaha dari skala kecil, ibunya
mengembangkan keterampilan di bidang kuliner, sementara Amy turut menopang
keluarga dengan mengajar privat. “Kami saling menguatkan, belajar
menerima keadaan, dan terus melangkah meski penuh tantangan,” ujarnya. Kisah
ini menjadi bukti bahwa ketekunan, daya juang, dan dukungan keluarga merupakan
fondasi yang mengantarkan Amy meraih prestasi terbaiknya di UIN Sunan Kalijaga
Saat
tim humas mengkonfirmasi kecintaannya terhadap bahasa Arab, Amy menjelaskan
bahwa ia senang berfokus pada pembuatan produk yang memudahkan seseorang mempelajarinya. “Bahasa Arab itu unik dan kompleks. Karena itu, saya
tertarik menciptakan media pembelajaran yang membuatnya terasa lebih mudah bagi
para pembelajar,” ungkapnya.
Kecintaannya pada inovasi pembelajaran sudah ia wujudkan
sejak studi sarjana, ketika ia menyusun skripsi berupa flash card untuk
media belajar sharf. Pada jenjang magister, minat itu berkembang menjadi karya tesis
berupa website media belajar nahwu. Bagi Amy, bahasa adalah sesuatu yang dapat
dipelajari dengan efektif melalui media yang tepat. “Itulah yang membuat saya
tertarik memikirkan inovasi-inovasi baru agar belajar Bahasa Arab bisa menjadi
pengalaman yang menyenangkan,” imbuhnya.
Amy tidak hanya sibuk kuliah, tetapi juga
menorehkan rekam jejak yang penuh warna. Ia pernah memimpin Himpunan Mahasiswa
Pendidikan Bahasa Arab di jenjang sarjana, mendirikan komunitas sosial SITGAP,
menjadi koordinator relawan baksos korban banjir, bahkan memimpin rombongan International
Field Study ke Malaysia–Thailand.
Amy juga
pernah menjadi volunteer di Malaysia, mengajar di berbagai jenjang
pendidikan, hingga Research Assistant Lecturer for Scopus Journal.
Prestasinya pun tidak kalah beragam: juara debat, esai tingkat nasional, karikatur, sampai terpilih sebagai Duta Kampus.
Salah
satu hal yang mengantarkan Amy pada prestasi ini dan berbagai capaian gemilang
yang telah ia torehkan sebelumnya adalah kebiasaannya memelihara rasa ingin
tahu yang tak pernah padam. Baginya, memahami sesuatu tak cukup setengah hati. “Jika
belum seratus persen paham, saya akan terus mencari tahu dengan cara apa pun,”
ujarnya mantap. Rasa ingin tahu, menurutnya, mungkin dimiliki banyak orang,
tetapi keberanian untuk mengakui ketidaktahuan dan bertanya tanpa malu tidak
semua orang miliki.
Prinsip itu membuat Amy enggan berpuas diri sebelum benar-benar menguasai sesuatu. Ada tekad yang mengalir dalam dirinya untuk tidak mengecewakan orang-orang yang percaya pada potensinya. Ia juga mengaku terinspirasi dari buku Die with Zero karya Bill Perkins, yang mengajarkan konsep time buckets: membagi kehidupan ke dalam fase-fase tertentu, merencanakan setiap tahap dengan bijak, dan memaksimalkan pengalaman yang dapat diraih pada setiap periodenya. (humassk)