41d1abd5-c896-49b2-9f89-6402bcf21882.jpg

Jumat, 07 November 2025 12:22:00 WIB

0

Kalijaga Business Plan Competition: Ruang Mahasiswa Menyulut Gagasan, Menyalakan Semangat Wirausaha

Bukan denting instrumen medis atau hiruk pikuk mahasiswa yang berlalu-lalang yang terdengar di Halaman Poliklinik UIN Sunan Kalijaga pada Kamis (6/11/2025). Pagi itu, ruangan dipenuhi energi muda, optimisme, dan mimpi-mimpi tentang masa depan bisnis yang lahir dari tangan mahasiswa. CENDI UIN Sunan Kalijaga melalui Divisi Kewirausahaan yang dikomandoi oleh Dr. Siti Rohaya, M.T. menggelar Kalijaga Business Plan Competition, sebagai salah satu agenda utama dalam Pekan Inovasi dan Kreativitas Mahasiswa (PIKMA) 2025.

Melalui proses seleksi yang ketat dan terukur, 10 finalis terbaik terpilih dan berhak mempresentasikan proposal bisnisnya di panggung Kalijaga Business Plan Competition 2025. Satu per satu peserta maju dengan penuh percaya diri, membawa visi, riset, serta keberanian untuk menunjukkan bahwa mahasiswa UIN Sunan Kalijaga tidak hanya belajar teori, tetapi juga siap menjadi pelaku usaha masa depan. Ragam ide yang dipresentasikan sangat kaya, mulai dari konsep energi terbarukan, kuliner berbahan lokal, hingga inovasi yang memadukan teknologi dan gaya hidup urban.

Untuk memastikan kompetisi berjalan objektif dan inspiratif, kegiatan ini menghadirkan dewan juri dari kalangan akademisi sekaligus pelaku industri. Dewan juri terdiri dari Owner Anin Batik sekaligus Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga, Dr. Winarti, M.Pd., Si.; serta Owner Pamela Swalayan dan Rayyan Swalayan Bahan Bangunan sekaligus Direktur CENDI UIN Sunan Kalijaga, Noor Saif Muhammad Musafi, Ph.D.

Nama Nur Cahyanti, mahasiswa Prodi Akuntansi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, disebut sebagai juara pertama. Ia bukan sekadar datang dengan rencana bisnis, ia datang membawa misi perubahan dengan bisnisnya Makopmie.

Dengan intonasi terukur, Nur Cahyanti mengawali presentasinya dengan menyampaikan data empirik yang menjadi dasar argumen bisnisnya. “Pada tahun 2024, volume impor gandum Indonesia mencapai 9 juta ton. Kondisi ini menunjukkan paradoks, mengingat Indonesia memiliki karakteristik sebagai negara agraris,” paparnya.

Nur berasal dari Gunungkidul, wilayah yang dikenal sebagai penghasil singkong. Melihat potensi besar itu, ia berpikir: Mengapa mie harus selalu berasal dari gandum? Dari sana, lahirlah “Mokapmie”, mie kering berbahan dasar tepung singkong, atau yang di daerahnya disebut tepung mokap.

Nur tidak datang hanya dengan ide bisnis, tetapi membawa sebuah gerakan ekonomi lokal. Ia merancang alur produksi yang melibatkan banyak pihak di daerah asalnya. Singkong dipasok langsung dari para petani di Gunungkidul, lalu diproduksi menjadi mie oleh kelompok PKK, setelah itu dipasarkan oleh Karang Taruna di desa sebagai bagian dari pelatihan kewirausahaan pemuda. Dengan cara itu, Mokapmie bukan hanya memberi nilai tambah pada singkong, tetapi juga menciptakan roda ekonomi yang berputar di tingkat komunitas.

Skema yang dibangun Nur sangat jelas, yakni keberlanjutan, kemandirian, dan pemberdayaan masyarakat dengan model bisnisnya circular economy, “Kami ingin mendukung petani, mengedukasi masyarakat, dan membangun kolaborasi pentahelix. Ini bukan hanya mie,ini gerakan kesadaran,” tutur Nur dengan penuh keyakinan di hadapan dewan juri dan peserta yang hadir.

Nur menambahkan bahwa produknya tidak hanya sehat dan berbahan lokal, tetapi juga telah mengusung prinsip kehalalan. “Dan yang pasti, ini halal. Label halal saat ini sudah menjadi standar yang diakui dalam pasar global,” ujarnya, menegaskan tekad Mokapmie untuk bersaing tidak hanya di pasar domestik, tetapi juga di pasar global.

Di posisi kedua, Diana Andriani, mahasiswa Prodi Pendidikan Islam Anak Usia Dini FTIK, tampil dengan konsep bisnis yang tak kalah unik: “Sewa Alat Camping Jogja.” Bisnis ini terinspirasi dari pola pencarian di internet. Alih-alih mencari nama toko, orang biasanya menuliskan lokasi. Maka, ia memilih nama yang sederhana namun bersahabat dengan algoritma pencarian.


Jogja sebagai kota wisata menyimpan tren aktivitas baru, healing di alam, naik ke bukit, atau bermalam di tepi telaga. Diana membaca peluang itu. Sewa Camping Jogja kini telah berjalan dan memiliki basis pelanggan yang terus bertambah, mulai dari keluarga, komunitas, hingga mahasiswa.

Peringkat ketiga diraih oleh Elsa Arta Prayogo, mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, dengan produk “Bawang Hoheng”, bawang goreng dengan aneka varian rasa seperti pedas, gurih, hingga rumput laut.

Produk ini sederhana, dekat dengan keseharian, namun Elsa melihat ruang inovasi. Ia mengemas bawang goreng menjadi produk siap saji dengan branding menarik, rasa variatif, dan kemasan modern yang sesuai gaya hidup masa kini.

Selain tiga pemenang tersebut, kompetisi ini juga menampilkan beragam ide bisnis kreatif dari finalis lainnya. Mereka memperkenalkan produk cookies berbahan ekstrak daun kelor, donat berbahan dasar ubi Cilembu, dan sayur box yang menawarkan pilihan konsumsi praktis dan sehat. Ada pula inovasi minuman Kopi Gayo yang dipadukan dengan gula aren sebagai alternatif minuman nusantara yang premium.

Tidak hanya di bidang kuliner, salah satu finalis menghadirkan konsep energi ramah lingkungan, serta peserta lain yang menampilkan sampling produk inovatif sebagai strategi branding dan pemasaran. Ragam ide ini menunjukkan bahwa mahasiswa UIN Sunan Kalijaga tidak hanya berani berkompetisi, tetapi juga mampu membaca peluang dan merespons kebutuhan pasar dengan solusi kreatif dan relevan.

Ketika lomba usai, satu hal menjadi nyata,  Kalijaga Business Plan Competition bukan sekadar mencari pemenang. Ini tentang membangun ekosistem kewirausahaan di kampus, di mana mahasiswa belajar bermimpi, berani mencoba, dan membuktikan bahwa inovasi bukan monopoli kelas bisnis. (humassk)