Bukan denting instrumen medis atau hiruk pikuk mahasiswa yang berlalu-lalang yang terdengar di Halaman Poliklinik UIN Sunan Kalijaga pada Kamis (6/11/2025). Pagi itu, ruangan dipenuhi energi muda, optimisme, dan mimpi-mimpi tentang masa depan bisnis yang lahir dari tangan mahasiswa. CENDI UIN Sunan Kalijaga melalui Divisi Kewirausahaan yang dikomandoi oleh Dr. Siti Rohaya, M.T. menggelar Kalijaga Business Plan Competition, sebagai salah satu agenda utama dalam Pekan Inovasi dan Kreativitas Mahasiswa (PIKMA) 2025.
Melalui proses seleksi yang ketat dan terukur, 10 finalis terbaik terpilih
dan berhak mempresentasikan proposal bisnisnya di panggung Kalijaga Business
Plan Competition 2025. Satu per satu peserta maju dengan penuh percaya
diri, membawa visi, riset, serta keberanian untuk menunjukkan bahwa mahasiswa
UIN Sunan Kalijaga tidak hanya belajar teori, tetapi juga siap menjadi pelaku
usaha masa depan. Ragam ide yang dipresentasikan sangat kaya, mulai dari konsep
energi terbarukan, kuliner berbahan lokal, hingga inovasi yang memadukan
teknologi dan gaya hidup urban.
Untuk
memastikan kompetisi berjalan objektif dan inspiratif, kegiatan ini
menghadirkan dewan juri dari kalangan akademisi sekaligus pelaku industri.
Dewan juri terdiri dari Owner Anin Batik sekaligus Wakil Dekan III Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga, Dr. Winarti, M.Pd., Si.; serta Owner
Pamela Swalayan dan Rayyan Swalayan Bahan Bangunan sekaligus Direktur CENDI UIN
Sunan Kalijaga, Noor Saif Muhammad Musafi, Ph.D.
Nama Nur
Cahyanti, mahasiswa Prodi Akuntansi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam,
disebut sebagai juara pertama. Ia bukan sekadar datang dengan rencana bisnis, ia datang membawa
misi perubahan dengan bisnisnya Makopmie.
Dengan intonasi terukur, Nur Cahyanti mengawali presentasinya
dengan menyampaikan data empirik yang menjadi dasar argumen bisnisnya. “Pada
tahun 2024, volume impor gandum Indonesia mencapai 9 juta ton. Kondisi ini
menunjukkan paradoks, mengingat Indonesia memiliki karakteristik sebagai negara
agraris,” paparnya.
Nur berasal dari Gunungkidul, wilayah yang dikenal sebagai
penghasil singkong. Melihat potensi besar itu, ia berpikir: Mengapa
mie harus selalu berasal dari gandum? Dari sana, lahirlah “Mokapmie”, mie
kering berbahan dasar tepung singkong, atau yang di daerahnya disebut tepung mokap.
Nur tidak datang hanya dengan ide bisnis, tetapi membawa sebuah
gerakan ekonomi lokal. Ia merancang alur produksi yang melibatkan banyak pihak
di daerah asalnya. Singkong dipasok langsung dari para petani di Gunungkidul,
lalu diproduksi menjadi mie oleh kelompok PKK, setelah itu dipasarkan oleh
Karang Taruna di desa sebagai bagian dari pelatihan kewirausahaan pemuda.
Dengan cara itu, Mokapmie bukan hanya memberi nilai tambah pada singkong,
tetapi juga menciptakan roda ekonomi yang berputar di tingkat komunitas.
Skema yang dibangun Nur sangat jelas, yakni keberlanjutan,
kemandirian, dan pemberdayaan masyarakat dengan model bisnisnya circular
economy, “Kami ingin mendukung petani, mengedukasi masyarakat, dan
membangun kolaborasi pentahelix. Ini bukan hanya mie,ini gerakan kesadaran,”
tutur Nur dengan penuh keyakinan di hadapan dewan juri dan peserta yang hadir.
Nur menambahkan bahwa produknya tidak hanya sehat dan berbahan
lokal, tetapi juga telah mengusung prinsip kehalalan. “Dan yang pasti, ini
halal. Label halal saat ini sudah menjadi standar yang diakui dalam pasar
global,” ujarnya, menegaskan tekad Mokapmie untuk bersaing tidak hanya di pasar
domestik, tetapi juga di pasar global.
Di posisi kedua, Diana Andriani, mahasiswa Prodi Pendidikan Islam
Anak Usia Dini FTIK, tampil dengan konsep bisnis yang tak kalah unik: “Sewa Alat
Camping Jogja.” Bisnis ini terinspirasi dari pola pencarian di
internet. Alih-alih mencari nama toko, orang biasanya menuliskan lokasi. Maka,
ia memilih nama yang sederhana namun bersahabat dengan algoritma pencarian.
Jogja sebagai kota wisata menyimpan tren aktivitas baru, healing di
alam, naik ke bukit, atau bermalam di tepi telaga. Diana membaca peluang itu. Sewa
Camping Jogja kini telah berjalan dan memiliki basis pelanggan yang terus
bertambah, mulai dari keluarga, komunitas, hingga mahasiswa.
Peringkat ketiga diraih oleh Elsa Arta Prayogo, mahasiswa Prodi
Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, dengan produk “Bawang
Hoheng”, bawang goreng dengan aneka varian rasa seperti pedas, gurih, hingga
rumput laut.
Produk ini
sederhana, dekat dengan keseharian, namun Elsa melihat ruang inovasi. Ia
mengemas bawang goreng menjadi produk siap saji dengan branding menarik, rasa
variatif, dan kemasan modern yang sesuai gaya hidup masa kini.
Selain tiga
pemenang tersebut, kompetisi ini juga menampilkan beragam ide bisnis kreatif
dari finalis lainnya. Mereka memperkenalkan produk cookies berbahan ekstrak
daun kelor, donat berbahan dasar ubi Cilembu, dan sayur box yang menawarkan
pilihan konsumsi praktis dan sehat. Ada pula inovasi minuman Kopi Gayo yang
dipadukan dengan gula aren sebagai alternatif minuman nusantara yang premium.
Tidak hanya di
bidang kuliner, salah satu finalis menghadirkan konsep energi ramah lingkungan,
serta peserta lain yang menampilkan sampling produk inovatif sebagai strategi
branding dan pemasaran. Ragam ide ini menunjukkan bahwa mahasiswa UIN Sunan
Kalijaga tidak hanya berani berkompetisi, tetapi juga mampu membaca peluang dan
merespons kebutuhan pasar dengan solusi kreatif dan relevan.
Ketika lomba
usai, satu hal menjadi nyata, Kalijaga Business
Plan Competition bukan sekadar mencari pemenang. Ini tentang membangun
ekosistem kewirausahaan di kampus, di mana mahasiswa belajar bermimpi, berani
mencoba, dan membuktikan bahwa inovasi bukan monopoli kelas bisnis. (humassk)