WhatsApp Image 2025-05-09 at 12.46.29.jpeg

Rabu, 07 Mei 2025 10:28:00 WIB

0

SUMBANGSIH PERADABAN ISLAM DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA (Pidato Pengukuhan Guru Besar : Prof. Dr. Badrun, M.Si Dosen FADIB)

Dengan senang hati saya memulai pidato ini dengan ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT, Tuhan yang Maha Kuasa, yang telah memberikan izin kepada kita untuk berkumpul di ruangan bersejarah ini, Sidang terbuka Senat Universitas UIN Sunan Kalijaga. Saya juga ingin menyampaikan terima kasih kepada semua yang hadir secara langsung maupun virtual melalui perangkat masing-masing di tempat tinggal masing-masing pada hari yang bersejarah ini.

Hari ini, saya mendapat kehormatan dan kebahagiaan untuk berbicara di depan para hadirin sekalian sebagai Guru Besar dalam bidang sejarah peradaban Islam, melalui pidato pengukuhan yang berjudul "Sumbangsih Peradaban Islam Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara". Saya sangat bersyukur dapat berbagi pemikiran dan gagasan ini dalam sidang terbuka Senat Universitas UIN Sunan Kalijaga, yang merupakan langkah penting dalam perjalanan karier akademik saya, sekaligus merupakan kontribusi saya pada keilmuan dan kelembagaan yang menjadi kebanggaan saya.

Hadirin Sidang Terbuka Senat UIN Sunan Kalijaga yang saya hormati,

Tema ini memiliki relevansi yang kuat dengan situasi aktual bangsa Indonesia yang sedang menghadapi dinamika sosial dan politik yang kompleks, terutama dalam upaya memperkuat identitas nasional dan mempertahankan kohesi sosial di tengah pluralitas budaya, agama, dan etnis. Tantangan-tantangan ini menuntut pendekatan yang tidak hanya pragmatis, tetapi juga berbasis nilai-nilai yang mampu menjembatani perbedaan dan membangun kesadaran kolektif sebagai bangsa.

Dalam konteks ini, Islam sebagai sistem nilai yang komprehensif memiliki peran historis dan normatif yang signifikan. Tidak hanya sebagai ajaran spiritual, Islam juga mengandung prinsip-prinsip sosial yang menjunjung tinggi keadilan, kesetaraan, dan kemaslahatan umat. Sejarah mencatat kontribusi Islam dalam membentuk peradaban yang toleran dan beradab, serta perannya dalam mendorong pembebasan, pendidikan, dan transformasi sosial di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia.

Lebih jauh dari itu, Islam telah menjadi bagian integral dalam proses pembentukan bangsa Indonesia, baik dalam ranah kebudayaan maupun dalam konstruksi identitas nasional. Oleh karena itu, menggali kembali nilai-nilai Islam yang transformatif dan kontekstual menjadi penting untuk memperkuat fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara yang inklusif, demokratis, dan berkeadaban. Upaya ini dapat menjadi kontribusi strategis dalam menjawab tantangan disintegrasi sosial dan memperkuat komitmen kebangsaan yang berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan universal.

Hadirin Sidang Terbuka Senat UIN Sunan Kalijaga yang saya hormati,

Islam tidak hanya berfokus pada aspek kehidupan setelah kematian, tetapi juga menawarkan sistem komprehensif yang mengatur berbagai dimensi kehidupan duniawi, mencakup tatanan sosial, budaya, ekonomi, hukum, dan moral, sehingga menjadikannya sebagai panduan hidup yang holistik dan berkelanjutan hingga ke kehidupan akhirat (Akşın 2021:392). Islam memiliki kontribusi signifikan dalam membentuk tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya di Indonesia. Secara historis, peradaban Islam berperan penting sebagai katalisator dalam lahirnya semangat perjuangan kemerdekaan, di mana nilai-nilai keislaman menginspirasi berbagai gerakan nasionalis (Maarif 1996:76).

Dengan demikian, kontribusi Islam terhadap kehidupan kebangsaan Indonesia merupakan elemen fundamental dalam membangun kesadaran kolektif masyarakat terhadap nilai-nilai kebangsaan dan kenegaraan. Ketika prinsip-prinsip ajaran Islam dijadikan sebagai landasan dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pemerintahan, maka dampaknya akan terlihat pada penguatan partisipasi serta pemberdayaan masyarakat. Demikian pula, apabila masyarakat menerapkan nilai-nilai Islam seperti keadilan, musyawarah, dan tanggung jawab sosial dalam kehidupan sehari-hari, maka kohesi sosial akan tercipta dan potensi resistensi terhadap sistem kenegaraan dapat diminimalisasi (Nurcholish Madjid dan Agus Edi Santoso 2008:135–36).

Hadirin Sidang Terbuka Senat UIN Sunan Kalijaga yang saya hormati,

Dengan melihat dinamika hubungan antara ajaran Islam dan realitas kebangsaan Indonesia, maka penting untuk mengkaji lebih dalam bagaimana peradaban Islam memberikan kontribusi nyata dalam membentuk identitas dan arah kehidupan berbangsa dan bernegara. Islam tidak hanya hadir sebagai sistem spiritual, tetapi juga sebagai kekuatan sosial yang memengaruhi pola pikir, nilai, dan tatanan institusional masyarakat. Oleh karena itu, pemetaan kontribusi Islam terhadap kehidupan kenegaraan menjadi langkah strategis untuk memahami peran historis dan kontemporernya secara utuh. Dalam konteks tersebut, kontribusi peradaban Islam dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa model yang mencerminkan dimensi pengaruhnya.

1.     Islam Sebagai Peradaban Universal

Peradaban Islam merupakan salah satu tonggak penting dalam sejarah peradaban manusia yang memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, pemikiran, dan tata kehidupan sosial. Keberadaan Islam tidak hanya dipahami sebagai sistem kepercayaan religius, tetapi juga sebagai peradaban yang memiliki dimensi epistemologis, etis, dan praksis yang mempengaruhi perjalanan sejarah dunia.

Dalam lintasan sejarahnya, peradaban Islam menunjukkan kapasitasnya dalam mendorong kemajuan di berbagai bidang, mulai dari filsafat, sains, kedokteran, matematika, hingga seni dan arsitektur (Zaitun, 2024). Hal ini tercermin dalam capaian intelektual pada masa keemasan Islam, di mana pusat-pusat peradaban seperti Baghdad, Kairo, dan Andalusia menjadi ruang lahirnya pemikiran kritis dan inovasi ilmiah yang melampaui batas geografis dan kultural (Subarman 2015:148).

Lebih jauh, Islam juga memainkan peran strategis dalam membentuk struktur politik, sistem hukum, dan ekspresi budaya masyarakat di berbagai wilayah dunia. Prinsip-prinsip keadilan, musyawarah, dan keseimbangan sosial yang terkandung dalam ajaran Islam menjadi dasar bagi pembentukan tatanan masyarakat yang berkeadaban (Saniah 2022). Oleh karena itu, studi mengenai kontribusi peradaban Islam penting untuk terus dikembangkan dalam rangka memahami dinamika hubungan antara agama, ilmu pengetahuan, dan transformasi sosial.

Universalisme Islam tercermin dalam berbagai bentuk manifestasi yang signifikan, dengan yang paling utama terwujud dalam ajaran-ajarannya. Ajaran Islam mencakup tiga aspek utama, yaitu akidah, syari’ah, dan akhlak. Namun, dalam beberapa pandangan masyarakat, akhlak sering kali disempitkan maknanya hanya sebatas kesusilaan dan etika kehidupan sehari-hari. Padahal, ajaran-ajaran Islam menunjukkan perhatian yang mendalam terhadap isu-isu fundamental kemanusiaan. Perhatian ini tercermin dalam prinsip-prinsip Islam yang tidak hanya bersifat spiritual tetapi juga mencakup aspek sosial dan moral yang luas.

Salah satu bentuk perhatian Islam terhadap kemanusiaan terlihat dalam enam tujuan utama syari’ah (Maqosidus Syariah), yaitu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, harta, dan kehormatan. Konsep ini menegaskan bahwa ajaran Islam tidak hanya berorientasi pada aspek ibadah, tetapi juga mencakup perlindungan dan kesejahteraan individu serta masyarakat secara keseluruhan. Dengan prinsip-prinsip ini, Islam memberikan kerangka etis dan hukum yang memastikan keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta mendukung terciptanya tatanan sosial yang harmonis dan berkeadilan (Muhyidin, 2019).

Selain itu, ajaran Islam juga mengandung nilai-nilai sosial yang luhur, yang dapat dianggap sebagai tujuan utama dari syari’ah. Nilai-nilai tersebut mencakup prinsip keadilan, persaudaraan (ukhuwwah), tanggung jawab sosial (takaful), kebebasan, serta penghormatan terhadap martabat manusia (Iqbal, Arfa, dan Waqqosh, 2023). Nilai-nilai ini menunjukkan bahwa Islam tidak hanya mengatur aspek ibadah individu, tetapi juga menekankan pentingnya kesejahteraan kolektif dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian, Islam berperan dalam membangun tatanan sosial yang harmonis, berkeadilan, dan menjunjung tinggi hak-hak dasar manusia.

Universalisme Islam tercermin dalam berbagai bentuk ajarannya, yang mencakup hukum agama (fiqh), keimanan (tauhid), dan etika (akhlaq). Namun, pemahaman masyarakat terhadap ajaran-ajaran ini sering kali mengalami penyempitan makna, di mana aspek etika hanya dipandang sebatas kesusilaan dan pola perilaku sehari-hari. Padahal, ketiga aspek tersebut merupakan pilar utama yang menunjukkan kepedulian Islam terhadap nilai-nilai kemanusiaan (al-insaniyyah) secara menyeluruh (Abdurrahman Wahid, 2007:43). Dengan adanya prinsip-prinsip ini, Islam tidak hanya berfungsi sebagai sistem kepercayaan, tetapi juga sebagai pedoman hidup yang menekankan keseimbangan antara aspek spiritual, moral, dan sosial dalam kehidupan manusia.

Sebagai sebuah peradaban universal, Islam mampu mempertahankan eksistensinya hingga saat ini. Selain itu, Islam juga memiliki keterkaitan yang erat dengan sistem kenegaraan, di mana prinsip-prinsipnya dapat dijadikan sebagai pedoman dalam mengatur kehidupan bermasyarakat. Dengan menjadikan ajaran Islam sebagai landasan dalam berbagai aspek kehidupan, sebuah negara dapat mewujudkan sistem pemerintahan yang berkeadilan serta memastikan kesejahteraan bagi seluruh warganya. Hal ini menunjukkan bahwa Islam tidak hanya berperan dalam aspek spiritual, tetapi juga dalam membangun tatanan sosial yang harmonis dan berkeadaban.

Prinsip-prinsip Islam yang berkontribusi dalam tata kelola kenegaraan tercermin dalam tiga aspek utama, yaitu hukum agama (fiqh), keimanan (tauhid), dan etika (akhlaq). Ketiga aspek ini berfungsi sebagai landasan dalam mewujudkan keadilan sosial, persaudaraan, serta keseimbangan antara hak dan kewajiban individu dalam masyarakat. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam sistem pemerintahan, sebuah negara dapat menciptakan lingkungan yang menjunjung tinggi etika, keadilan, serta penghormatan terhadap hak asasi manusia, yang pada akhirnya berkontribusi pada stabilitas dan kemajuan peradaban.

2.     Kontribusi Islam dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara di Indonesia

Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, merupakan bukti konkret bagaimana Islam memiliki peran signifikan dalam membentuk tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Kehadiran Islam di Indonesia tidak hanya berfungsi dalam ranah spiritual, tetapi juga berkontribusi dalam aspek sosial, budaya, dan politik (Kurniati, 2022). Nilai-nilai Islam yang mengedepankan keadilan, persaudaraan, dan kesejahteraan telah menjadi bagian integral dalam perkembangan sistem pemerintahan serta kehidupan masyarakat secara luas.

Dalam konteks kenegaraan, ajaran Islam telah berperan dalam membentuk berbagai kebijakan dan norma sosial yang mencerminkan prinsip-prinsip moral dan etika. Hal ini dapat dilihat dalam praktik demokrasi, hukum, serta sistem ekonomi yang mengakomodasi nilai-nilai keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat di Indonesia. Selain itu, Islam juga berkontribusi dalam memperkuat harmoni sosial di tengah keberagaman etnis dan agama yang ada di Indonesia, sehingga menciptakan stabilitas dalam kehidupan bermasyarakat.

Sebagai peradaban yang inklusif, Islam di Indonesia telah beradaptasi dengan kearifan lokal dan nilai-nilai kebangsaan, sehingga mampu membentuk identitas nasional yang unik. Integrasi antara ajaran Islam dengan prinsip-prinsip kebangsaan menunjukkan bahwa agama ini tidak hanya berorientasi pada aspek ibadah, tetapi juga memiliki peran dalam menjaga persatuan dan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, Islam terus menjadi faktor utama dalam membangun dan mempertahankan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.

Untuk memahami lebih jelas kontribusi Islam dalam kehidupan bernegara di Indonesia, dapat dilihat dalam tiga aspek utama. Pertama, Islam menjadi sumber inspirasi bagi tumbuhnya semangat nasionalisme. Ajaran Islam yang menekankan pada keadilan, kebebasan, dan persatuan telah memainkan peran penting dalam membentuk kesadaran kolektif masyarakat Indonesia terhadap pentingnya kedaulatan bangsa. Dalam konteks ini, Islam bukan hanya dipandang sebagai ajaran spiritual, tetapi juga sebagai kekuatan sosial dan politik yang turut menggerakkan perubahan dalam sejarah kebangsaan Indonesia (Azra, 2006:57).

Pada masa penjajahan, ajaran Islam tentang keadilan dan pembebasan menjadi salah satu pendorong utama dalam perjuangan kemerdekaan. Nilai-nilai Islam mendorong perlawanan terhadap ketidakadilan yang dilakukan oleh penjajah, serta memberikan landasan moral bagi para pejuang bangsa. Tokoh-tokoh pergerakan seperti KH. Hasyim Asy'ari, KH. Ahmad Dahlan, dan HOS Tjokroaminoto menggunakan prinsip-prinsip Islam sebagai dasar perjuangan dalam melawan kolonialisme. Mereka tidak hanya memimpin gerakan sosial dan keagamaan, tetapi juga berkontribusi dalam membangun kesadaran politik rakyat untuk mencapai kemerdekaan (Ricklefs, 2008:70).

Dengan demikian, Islam telah memberikan pengaruh yang signifikan dalam perjalanan sejarah Indonesia, khususnya dalam pembentukan identitas nasional dan sistem pemerintahan yang berlandaskan nilai-nilai keadilan dan kesejahteraan. Peran Islam dalam membentuk semangat nasionalisme tidak hanya terjadi pada masa perjuangan kemerdekaan, tetapi juga terus berlanjut dalam dinamika sosial-politik Indonesia hingga saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa Islam memiliki relevansi yang kuat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, baik dalam aspek historis maupun dalam pengelolaan negara modern (Effendy, 2003).

Kedua, dalam aspek hukum dan pemerintahan, Islam memiliki kontribusi yang signifikan dalam memberikan landasan normatif yang memperkaya sistem hukum nasional. Ajaran Islam, yang menekankan prinsip keadilan, persamaan hak, dan kesejahteraan sosial, telah berkontribusi dalam membentuk karakter hukum di Indonesia. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar, banyak nilai dalam hukum Islam yang diakomodasi dalam sistem hukum nasional, baik dalam aspek perundang-undangan maupun kebijakan publik. Keberadaan hukum Islam dalam sistem hukum nasional juga tercermin dalam pengakuan terhadap pengadilan agama serta regulasi yang mengatur aspek-aspek seperti perkawinan, ekonomi syariah, dan filantropi Islam (Mahfiz, 2011).

Selain itu, Pancasila sebagai dasar negara juga mengandung banyak nilai yang selaras dengan ajaran Islam. Sila pertama, "Ketuhanan Yang Maha Esa," mencerminkan prinsip tauhid yang menjadi inti dalam ajaran Islam. Sementara itu, sila kelima, "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," sejalan dengan konsep keadilan dalam Islam yang menekankan keseimbangan hak dan kewajiban dalam kehidupan bermasyarakat (Ridwan, 2017). Keselarasan ini menunjukkan bahwa nilai-nilai Islam telah menjadi bagian integral dalam pembentukan ideologi dan sistem pemerintahan di Indonesia. Oleh karena itu, Islam tidak hanya berperan dalam aspek spiritual masyarakat, tetapi juga dalam membangun fondasi etis bagi negara (Maarif, 2018).

Dengan demikian, pengaruh Islam dalam sistem hukum dan pemerintahan di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari perkembangan sejarah dan dinamika sosial politik yang terjadi. Integrasi nilai-nilai Islam dalam kebijakan hukum dan prinsip-prinsip pemerintahan menunjukkan bahwa Islam mampu beradaptasi dengan sistem negara modern tanpa kehilangan esensi ajarannya. Peran Islam dalam aspek hukum dan pemerintahan ini juga menjadi bukti bahwa Islam bukan hanya sekadar agama, tetapi juga sebuah sistem nilai yang mampu berkontribusi dalam membangun peradaban yang adil dan berkeadaban (Azra, 2004).

Ketiga, organisasi Islam di Indonesia telah memainkan peran penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, termasuk pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat. Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah merupakan dua organisasi Islam terbesar yang berkontribusi secara signifikan dalam bidang tersebut (Jamaluddin, Misbahuddin, dan Kurniati, 2022). Kedua organisasi ini tidak hanya berfungsi sebagai lembaga dakwah, tetapi juga sebagai agen perubahan sosial yang berperan dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Dengan jaringan luas yang tersebar di seluruh Indonesia, NU dan Muhammadiyah telah mendirikan berbagai institusi pendidikan, rumah sakit, dan pusat kesejahteraan sosial yang memberikan manfaat bagi masyarakat luas, tanpa membedakan latar belakang agama dan sosial mereka (Barton, 2002).

Dalam bidang pendidikan, NU dan Muhammadiyah telah mendirikan ribuan sekolah, madrasah, dan perguruan tinggi yang berkontribusi terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia (Hutami dkk. 2024). Pendidikan yang diberikan oleh kedua organisasi ini tidak hanya menekankan aspek keagamaan, tetapi juga ilmu pengetahuan modern, sehingga menciptakan generasi yang berintegritas dan berwawasan luas. Selain itu, di bidang kesehatan, NU dan Muhammadiyah telah membangun berbagai rumah sakit dan klinik yang memberikan layanan medis bagi masyarakat, terutama di daerah-daerah yang sulit dijangkau oleh layanan kesehatan pemerintah (Zulfirman dkk. 2024). Kontribusi ini menunjukkan bahwa Islam memiliki peran aktif dalam menciptakan masyarakat yang lebih sehat dan berpendidikan (Woodward, 2011).

Selain pendidikan dan kesehatan, NU dan Muhammadiyah juga berperan dalam meningkatkan kesejahteraan sosial melalui berbagai program kemanusiaan, seperti bantuan bencana, pemberdayaan ekonomi umat, dan advokasi kebijakan sosial. Program-program ini mencerminkan ajaran Islam tentang kepedulian sosial dan keadilan, yang berorientasi pada kesejahteraan bersama. Dengan demikian, keberadaan organisasi Islam seperti NU dan Muhammadiyah menjadi bukti nyata bahwa Islam tidak hanya berperan dalam aspek spiritual, tetapi juga dalam membangun fondasi sosial yang kuat bagi kemajuan bangsa (Fealy dan White, 2008).

3.     Relevansi Islam di Era Kontemporer

Di era globalisasi yang penuh dengan dinamika perubahan, Islam tetap menjadi pedoman yang relevan dalam menghadapi berbagai tantangan zaman. Ajaran Islam tidak hanya bersifat normatif, tetapi juga memberikan landasan etis dan praktis dalam menjawab permasalahan kontemporer. Salah satu konsep fundamental dalam Islam yang berperan dalam konteks ini adalah maqasid al-shariah, yaitu tujuan utama syariat yang mencakup perlindungan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta (Ramli dkk. 2016). Konsep ini menegaskan bahwa Islam tidak hanya berfokus pada aspek spiritual, tetapi juga memiliki visi yang luas dalam memastikan kesejahteraan dan keberlanjutan kehidupan manusia (Auda, 2010).

Prinsip maqasid al-shariah memiliki relevansi yang kuat dalam mendukung agenda pembangunan modern, terutama dalam kaitannya dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals atau SDGs) yang dicanangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) (Chankseliani dan McCowan, 2021). Misalnya, perlindungan terhadap jiwa dalam Islam sejalan dengan tujuan SDGs dalam meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat. Demikian pula, perlindungan terhadap akal dapat dikaitkan dengan upaya peningkatan kualitas pendidikan dan riset ilmiah. Dengan demikian, ajaran Islam memberikan dasar yang kuat bagi kebijakan dan praktik pembangunan yang berkelanjutan serta berkeadilan (Chapra, Khan, dan Al-Shaikh-Ali, 2008).

Korelasi antara maqasid al-shariah dan SDGs menunjukkan bahwa Islam memiliki fleksibilitas dalam merespons tantangan global tanpa kehilangan esensi ajarannya. Prinsip-prinsip Islam tidak hanya mengatur hubungan individu dengan Tuhan, tetapi juga menekankan tanggung jawab sosial dan keseimbangan dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, Islam dapat menjadi sumber inspirasi dalam merancang kebijakan publik yang mendukung kesejahteraan manusia secara holistik. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam agenda pembangunan, umat Muslim dapat berperan aktif dalam menciptakan dunia yang lebih adil, makmur, dan berkelanjutan (Kamali, 2011).

Dalam konteks lain, Islam menekankan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan sebagai bagian dari tanggung jawab manusia sebagai khalifah di bumi. Dalam ajaran Islam, manusia diberikan amanah untuk mengelola dan menjaga keseimbangan alam dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Prinsip ini berakar pada konsep istikhlaf (kepemimpinan di bumi) dan mizan (keseimbangan), yang menegaskan bahwa eksploitasi sumber daya alam harus dilakukan dengan mempertimbangkan kesejahteraan ekosistem. Hal ini sejalan dengan nilai-nilai keberlanjutan yang menjadi perhatian global dalam upaya mengatasi krisis lingkungan seperti perubahan iklim, deforestasi, dan pencemaran (Nasr, 1996).

Al-Qur’an dengan tegas melarang perusakan lingkungan dan menganjurkan manusia untuk menjaga harmoni alam. Salah satu ayat yang menegaskan hal ini adalah firman Allah: "Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya." (QS. al-A’raf: 56). Ayat ini menunjukkan bahwa keseimbangan alam yang telah diciptakan oleh Allah harus dijaga, dan setiap tindakan yang merusak lingkungan merupakan bentuk pelanggaran terhadap amanah yang diberikan kepada manusia. Dengan demikian, perspektif Islam mengenai lingkungan hidup memberikan dasar teologis yang kuat bagi upaya konservasi alam dan pengelolaan sumber daya secara berkelanjutan (ʻIzz al-Dīn, 2000).

Berdasarkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam ajaran Islam, dapat disimpulkan bahwa Islam memiliki relevansi yang kuat dalam menghadapi dinamika kemajuan dan perkembangan zaman. Ajaran Islam yang bersifat universal dan fleksibel memungkinkan umatnya untuk beradaptasi dengan perubahan tanpa mengabaikan nilai-nilai fundamental yang menjadi landasan utama dalam kehidupan. Dengan demikian, Islam tidak hanya berfungsi sebagai sistem kepercayaan, tetapi juga sebagai pedoman etis dan normatif dalam merespons berbagai tantangan kontemporer dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk sosial, ekonomi, dan politik.

4.     Tantangan dan Harapan

Dalam konteks implementasi ajaran Islam dalam kehidupan bernegara, terdapat beberapa tantangan yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah pemahaman Islam yang bersifat sempit dan eksklusif, yang sering kali menjadi pemicu terjadinya polarisasi sosial. Interpretasi ajaran Islam yang tidak komprehensif dapat melahirkan sikap intoleransi dan eksklusivitas di tengah masyarakat yang plural. Hal ini berpotensi memperlemah persatuan umat serta menghambat terciptanya harmoni sosial yang berlandaskan nilai-nilai moderasi (wasatiyyah) dalam Islam. Oleh karena itu, dibutuhkan pendekatan yang lebih inklusif dan berbasis pada pemahaman Islam yang rahmatan lil ‘alamin agar ajaran Islam dapat menjadi perekat sosial, bukan sumber perpecahan (Esposito dan Voll, 2001).

Selain itu, kemajuan teknologi dan arus informasi yang begitu cepat juga menghadirkan tantangan baru bagi umat Islam, khususnya dalam bentuk disinformasi dan penyebaran berita hoaks. Teknologi digital yang semakin berkembang memungkinkan penyebaran informasi tanpa batas, tetapi di sisi lain, juga membuka ruang bagi penyalahgunaan media untuk menyebarkan narasi yang bersifat provokatif dan menyesatkan. Fenomena ini tidak hanya berdampak pada polarisasi masyarakat, tetapi juga berpotensi menciptakan ketegangan antara berbagai kelompok umat Islam maupun antara umat Islam dan komunitas lainnya. Oleh karena itu, diperlukan literasi digital yang kuat serta pemahaman yang kritis dalam mengakses informasi agar umat Islam tidak mudah terprovokasi oleh narasi yang dapat merusak persatuan dan kesatuan (Jadeed, Waris, dan Musembi, 2020).

Dalam menghadapi tantangan tersebut, sinergi antara lembaga pendidikan, ulama, dan pemangku kebijakan menjadi sangat penting untuk membangun pemahaman Islam yang lebih inklusif serta meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menyikapi perkembangan teknologi. Pendidikan Islam yang berbasis pada nilai-nilai moderasi, toleransi, dan pemikiran kritis perlu terus dikembangkan agar dapat membentuk masyarakat yang tidak hanya religius, tetapi juga memiliki wawasan luas dalam menghadapi realitas global. Dengan demikian, Islam dapat tetap relevan dalam menjawab tantangan zaman tanpa kehilangan esensi ajarannya yang menekankan pada keseimbangan dan keadilan (Kamali, 2015).

Dalam konteks harapan, peran akademisi menjadi sangat penting dalam menjembatani pemahaman antara tradisi Islam dan dinamika modernitas. Akademisi memiliki tanggung jawab untuk mengkaji serta mengembangkan pemikiran Islam yang tidak hanya berakar pada warisan keilmuan klasik, tetapi juga mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman. Dengan pendekatan yang berbasis riset dan analisis kritis, akademisi dapat menghadirkan narasi Islam yang kontekstual serta mampu menjawab berbagai tantangan sosial, politik, dan ekonomi di era kontemporer. Hal ini sejalan dengan konsep ijtihad dalam Islam, yang menekankan pentingnya pemikiran dinamis dalam memahami ajaran agama agar tetap relevan dalam berbagai kondisi masyarakat (Abou El Fadl, 2007:78).

Lebih jauh, akademisi juga memiliki tanggung jawab untuk menggali serta mengartikulasikan nilai-nilai Islam yang progresif, inklusif, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat modern. Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin mengajarkan prinsip-prinsip yang menekankan keadilan, kesetaraan, serta penghormatan terhadap hak asasi manusia. Oleh karena itu, pendekatan akademik dalam studi Islam harus mampu menawarkan perspektif yang tidak hanya berbasis pada teks, tetapi juga mempertimbangkan realitas sosial yang terus berkembang. Dengan demikian, akademisi dapat berkontribusi dalam membangun pemahaman Islam yang lebih terbuka dan konstruktif dalam menghadapi tantangan global (Ramadan, 2012:45).

5.     Penutup

Sebagai kesimpulan, penting untuk mengingat pemikiran Buya Hamka yang menyatakan bahwa Islam tidak hanya terbatas pada aspek ibadah di masjid, tetapi juga mencakup seluruh dimensi kehidupan, mulai dari lingkup keluarga hingga tata kelola negara. Pandangan ini menegaskan bahwa ajaran Islam memiliki relevansi yang luas dalam membentuk tatanan sosial yang berkeadilan dan berlandaskan nilai-nilai moral serta spiritual.

Diharapkan Islam tetap menjadi landasan utama dalam membangun peradaban bangsa, tidak hanya dalam menciptakan harmoni di tengah keberagaman, tetapi juga dalam mendorong kemajuan dan kesejahteraan kolektif. Dengan prinsip-prinsipnya yang menekankan keadilan, inklusivitas, dan keseimbangan antara nilai spiritual dan rasional, Islam berperan sebagai pendorong transformasi sosial yang berkontribusi pada pembangunan yang berkelanjutan serta kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Abdurrahman Wahid. 2007. Abdurrahman Wahid - Islam Kosmopolitan: Nilai-Nilai Indonesia & Transformasi Kebudayaan 2007. Jakarta: The Wahid Institute.

Abou El Fadl, Khaled. 2007. The Great Theft: Wrestling Islam from the Extremists. First HarperCollins paperback ed. New York, NY: HarperSanFrancisco.

Aşkın, Deniz. 2021. “THE CONCEPTS OF STATE AND CIVIL SOCIETY IN ISLAMIC AND MUSLIM SOCIETIES: A HISTORICAL AND SOCIOLOGICAL ANALYSIS.” Avrasya Uluslararası Araştırmalar Dergisi 9(26):385–401. doi: 10.33692/avrasyad.895757.

Auda, Jasser. 2010. Maqasid Al-Shariah as Philosophy of Islamic Law: A Systems Approach. Kuala Lumpur: Islamic Book Trust.

Azra, Azyumardi. 2004. The Origins of Islamic Reformism in Southeast Asia: Networks of Malay-Indonesian and Middle Eastern “Ulama” in the Seventeenth and Eighteenth Centuries. Crows Nest, NSW, Australia, Honolulu: Asian Studies Association of Australia in association with Allen & Unwin ; University of Hawai’i Press.

Azra, Azyumardi. 2006. Islam in the Indonesian World: An Account of Institutional Formation. Bandung, Indonesia: Mizan.

Barton, Greg. 2002. Abdurrahman Wahid, Muslim Democrat, Indonesian President: A View from the Inside. Sydney: UNSW Press.

Chankseliani, Maia, dan Tristan McCowan. 2021. “Higher Education and the Sustainable Development Goals.” Higher Education 81(1):1–8. doi: 10.1007/s10734-020-00652-w.

Chapra, M. Umer, Shiraz Khan, dan A. S. Al-Shaikh-Ali. 2008. The Islamic Vision of Development in the Light of Maqāṣid Al-Sharīảh. London: International Institute of Islamic Thought.

Effendy, Bahtiar. 2003. Islam and the State in Indonesia. Athens, Singapore: Ohio University Press ; Institute of Southeast Asian Studies.

Esposito, John L., dan John O. Voll. 2001. Makers of Contemporary Lslam. Oxford University PressNew York, NY.

Fealy, Greg, dan Sally White. 2008. Expressing Islam: Religious Life and Politics in Indonesia. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies.

Hutami, Wulan, Achmad Mashudi, Fadli Revikasyah, dan Nurul Nurhayati. 2024. “Muhammadiyah Dalam Pengembangan Pendidikan Islam di Indonesia.” Masterpiece: Journal of Islamic Studies and Social Sciences 2:23–28. doi: 10.62083/fdmjww02.

ʻIzz al-Dīn, Mūʼil Yūsuf. 2000. The Environmental Dimensions of Islam. Cambridge, England: Lutterworth Press.

Iqbal, Muhammad Nur, Faisar Ananda Arfa, dan Abi Waqqosh. 2023. “Tujuan Hukum Islam Dalam Perspektif Maqashid Al-Syari’ah.” Jurnal Pendidikan Dan Konseling (JPDK) 5(1):4887–95. doi: 10.31004/jpdk.v5i1.11763.

Jadeed, Moza, Attiya Waris, dan Celestine N. Musembi. 2020. “The application of Islamic inheritance law in independent and contemporary Kenya: A Muslim’s right to equality and freedom from discrimination.” Africa Nazarene University Law Journal 8(1):30–64. doi: 10.47348/ANULJ/v8/i1a2.

Jamaluddin, Jamaluddin, Misbahuddin Misbahuddin, dan Kurniati Kurniati. 2022. “Peran Organisasi Islam Di Indonesia Dalam Pengembangan Dan Penegakan Hukum Islam:” BUSTANUL FUQAHA: Jurnal Bidang Hukum Islam 3(2):130–43. doi: 10.36701/bustanul.v3i2.567.

Jamaluddin, Misbahuddin, dan Kurniati. 2022. “(PDF) Peran Organisasi Islam Di Indonesia Dalam Pengembangan Dan Penegakan Hukum Islam.” BUSTANUL FUQAHA: Jurnal Bidang Hukum Islam 3(2):130–43. doi: 10.36701/bustanul.v3i2.567.

Kamali, Mohammad Hashim. 2011. “Maqasid Al-Shari’ah and Ijtihad as Instrument s of Civilisational Renewal: A Methodological Perspective.” ICR Journal 2(2):245–71. doi: 10.52282/icr.v2i2.647.

Kamali, Mohammad Hashim. 2015. The Middle Path of Moderation in Islam: The Qur’ānic Principle of Wasaṭiyyah. New York: Oxford University Press.

Maarif, Ahmad Syafii. 1996. Islam dan politik: teori belah bambu, masa demokrasi terpimpin, 1959-1965. Ed. 2. Jakarta: Gema Insani Press.

Maarif, Ahmad Syafii. 2018. Islam, Humanity, and the Indonesian Identity: Reflections on History. Leiden: Leiden University Press.

Mahfiz, Irgan Chairul. 2011. Islam, nasionalisme, dan masa depan negara-bangsa Indonesia: pandangan para ahli dan aktivis Islam. Cetakan pertama, Januari 2011. disunting oleh Z. T. Saʼadi. Jakarta: Fraksi PPP MPR RI (2009-2014).

Muhyidin, Muhyidin. 2019. “Maqashid Al-Syari’ah (Tujuan-Tujuan Hukum Islam) Sebagai Pondasi Dasar Pengembangan Hukum.” Gema Keadilan 6(1):13–32. doi: 10.14710/gk.2019.4948.

Nasr, Seyyed Hossein. 1996. Religion and the Order of Nature: The 1994 Cadbury Lectures. New York: Oxford University Press.

Nurcholish Madjid dan Agus Edi Santoso. 2008. Islam kemodernan dan keindonesiaan. Ed. baru. Bandung: Mizan.

Ramadan, Tariq. 2012. Islam and the Arab Awakening. Oxford: Oxford University Press.

Ramli, Azizan, Mazlin Mokhtar, Tuan Sidek Tuan Muda, dan Badhrulhisham Abdul Aziz. 2016. “Pembangunan Industri Halal: Konsep Halalan-Toyyiban Dan Pengurusan Keselamatan Industri Dalam Kerangka Maqasid al-Shariah: Halal Industry Development: The Concept of Halalan-Toyyiban and Industrial Safety Management within the Framework of Maqasid al-Shariah.” Ulum Islamiyyah 18:91–114. doi: 10.33102/uij.vol18no.252.

Ricklefs, M. C. 2008. A History of Modern Indonesia since c. 1200. 4th ed. Stanford, Calif.: Stanford University Press.

Ridwan, Mk. 2017. “PENAFSIRAN PANCASILA DALAM PERSPEKTIF ISLAM: PETA KONSEP INTEGRASI.” Dialogia 15(2):199–220. doi: 10.21154/dialogia.v15i2.1191.

Saniah, Nur Saniah Nur. 2022. “Prinsip-Prinsip Dasar Hukum Islam Perspektif Al-Quran.” Al-Kauniyah 3(2):1–17. doi: 10.56874/alkauniyah.v3i2.1077.

Subarman, Munir. 2015. Sejarah Kelahiran, Perkembangan dan Masa Keemasan Peradaban Islam. Yogyakarta: Deepublish.

Woodward, Mark. 2011. Java, Indonesia and Islam. Dordrecht: Springer Netherlands.

Zaitun, Arifah. 2024. “Pengaruh Dinasti Abbasiyah Terhadap Kemajuan Peradaban Islam.” Asas Wa Tandhim: Jurnal Hukum, Pendidikan Dan Sosial Keagamaan 3(2):113–24. doi: 10.47200/awtjhpsa.v3i2.2362.

Zulfirman, Rony, Rahmat Ramatul Andika, Muhammad Zalnur, dan Fauza Masyudi. 2024. “KONTRIBUSI MUHAMMADIYAH DAN NAHDLATUL ULAMA DALAM PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA.” JURNAL TIPS JURNAL RISET, PENDIDIKAN DAN ILMU SOSIAL 2(2):81–87.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

CURRICULUM VITAE

 

A.   Identitas Diri

Nama                           : Badrun

Tempat/tgl. Lahir        : Ciamis, 16 November1963

NIP                             : 196311161992031003

Pangkat/Gol                : Pembina Utama Muda/IV-C

Jabatan                                    : Dosen Tetap Fakultas Adab dan Ilmu Budaya

  UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Alamat Rumah            : Griya Wirokerten Indah Jl. Kokosan 159

  Kotagede, Yogyakarta

Alamat Kantor            : Jl. Marsda Adisucipto Yogyakarta

Nama Ayah                 : Mansoer (alm.)

Nama Ibu                    : Siti Komariah (almh.)

Nama Isteri                 : Pepy Lutfi Hanifah

Nama Anak                 : 1. Gita Fitria Latifah Hanum (almh.)

                                      2. Muhammad Avat Riahul Atsar

                                      3. Muhammad Zainuddin (alm.)

  4. Muhammad Arva Natabangsa

 

B.  Riwayat Pendidikan

1.      SDN Pangandaran VI (1976).

2.      MTsN Pangandaran (1980).

3.      MAN 1  Kebumen dan PP. Miftahul Ulum Lirap Kebumen  (1983)

4.      Strata 1 (S1)  IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1990).

5.      Program Pembibitan Dosen Angkaatan V Kemenag Jakarta (1991)

6.      Program Magister (S2) Universitas Gadjah Mada  (1999).

7.      Program Doktor (S3) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2017)

 

 

C.  Riwayat Pekerjaan

1.      Dosen Tetap (PNS) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

 

D.  Prestasi/Penghargaan

1.      Satyalancana Karya Satya 10 Tahun, Pemberian Presiden RI, 2007.

2.      Satyalancana Karya Satya 20 Tahun, Pemberian Presiden RI, 2015.

3.      Satyalancana Karya Satya 30 Tahun, Pemberian Presiden RI, 2024.

 

E.  Pengalaman Organisasi

1.      Pimpinan Wilayah DIY Gerakan Pemuda Ansor sebagai Ketua Litbang (1995-2000).

2.      Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor, Jakarta. Sebagai Ketua Litbang (2000-2005).

3.      Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor, Jakarta. Sebagai Wakil Sekjen (2005-2010).

4.      Dewan Penasehat Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Ansor DIY (2011-sekarang)

5.      Majelis Pembina Cabang (Mabincab) PMII DIY (2014-2020).

6.      Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) sebagai anggota.

7.      Asosiasi Sosiologi Indonesia (ASI) sebagai anggota.

 

F.   Minat Keilmuan

  1. Studi Sejarah Peradaban Islam
  2. Studi Keislaman

 

G.  Karya Ilmiah

1.      Buku

a.       Lima Mantan Rois Syuriah NU, Yogyakarta: LTN NU, 1995.

b.      Sastra dan Budaya Islam, Yogyakarta: Adab Press, 1997.

c.      NU, Kritisisme dan Pergeseran Makna ASWAJA (Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah), Yogyakarta: Tiara Wacana, 2000.

d.     Menguak Kisi-Kisi Khazanah Peradaban Islam, Yogyakarta: Adab Press, 2008.

 

2.      Artikel/Jurnal

a.       Jurnal Thaqafiat, Theology of Tolerence in a Pluralistic Society, Adab Press, 2001.

b.      Jurnal Akademia, Tafsir Baru Terhadap Doktrin ASWAJA di Kalangan NU, UMS Surakarta, 2002.

c.       Jurnal Penelitian Agama, Islam Politik dan Tantangan Globalisasi, Lemlit UIN Suka, 2003.

d.      Jurnal Sosio-Religia Vol. IV no. 1 (Terakreditasi),  Pesantren dan Masa Depan Kerukunan Beragama di Indonesia, 2004.

e.       Jurnal Sosio-Religia Vol. VII no. 2 (Terakreditasi), Islam dan Hegemoni Budaya Global, 2008.

f.        Jurnal Sosiologi Agama, Doktrin dan Sejarah Kepemimpinan Sunni, Syiah serta Khawarij dan Implikasinya dalam Demokrasi Moderen, 2008

g.      Transformasi Sosial Menuju Etos Keberpihakan (Artikel), Harian Nusa Tenggara, Senin 21 September 1992.

h.      Muktamar NU dan Kearifan Lokal Pesantren (Artikel), Harian Kedaulatan Rakyat, Selasa 30 November 2004.

 

3.      Penelitian

1.      Pengembangan SDM Madrasah Aliyah Ponpes Sunan Pandanaran Yogyakarta, 2003.

2.      Kreasi dalam Beragama (Tinjauan Sosiologi-Antropologi Terhadap Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama).

 

Yogyakarta, 6 Mei 2025