Selasa, (29/7/2025), Ruang Teatrikal Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN Sunan Kalijaga pagi itu tampak berbeda. Tidak seperti biasanya yang dipenuhi mahasiswa, hari itu ruangan megah itu dipenuhi para guru luar biasa, 87 orang Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dari 85 Sekolah Luar Biasa (SLB) se-Daerah Istimewa Yogyakarta yang hadir bukan untuk mengajar, tapi untuk belajar. Mereka datang dengan penuh semangat mengikuti pelatihan penguatan pembelajaran deep learning berbasis cinta yang digelar oleh Pusat Layanan Difabel (PLD) LPPM UIN Sunan Kalijaga.
Pelatihan ini murni pengabdian, bagian dari komitmen akademik dan sosial UIN Sunan Kalijaga kepada masyarakat, terutama mereka yang sehari-hari mendampingi anak-anak difabel belajar mengenali dunia. Dalam suasana hangat dan penuh keakraban, kegiatan ini menjadi oase reflektif bagi para guru yang biasa mengabdi dalam senyap, di ruang-ruang pendidikan yang sering terpinggirkan dari hiruk pikuk kurikulum umum.
Ketua PLD UIN Sunan Kalijaga, Dr. Asep Jahidin yang menjadi salah satu narasumber dalam pelatihan ini, menegaskan bahwa penguatan pendekatan pembelajaran berbasis cinta bukanlah jargon kosong. “Anak-anak difabel tidak bisa didekati hanya dengan metode konvensional. Mereka harus dijumpai dengan hati. Pendidikan mereka harus berpijak pada relasi kemanusiaan yang penuh empati,” ungkapnya. Sementara itu, Jamil Suprihatiningrum, Ph.D., yang turut menjadi pemateri, mengupas bagaimana pendekatan deep learning bukan sekadar metode, tapi cara membangun hubungan bermakna antara guru dan peserta didik, termasuk mereka yang selama ini dianggap berbeda oleh masyarakat.
Suasana pelatihan pun berlangsung hangat dan emosional. Beberapa guru mengaku baru kali ini mendapat pelatihan yang mengakui keunikan mereka sebagai pendidik difabel. “Biasanya kami hanya jadi pelengkap pelatihan guru umum. Tapi di sini, kami merasa dihargai, didengar, dan dikuatkan,” ujar salah satu peserta dengan mata berkaca-kaca. Bagi para guru SLB, kegiatan ini bukan hanya menambah wawasan, tapi juga menyentuh sisi terdalam dari alasan mereka memilih profesi ini, yakni mengajar sebagai bentuk cinta.
Kegiatan ini menjadi bukti bahwa UIN Sunan Kalijaga tidak sekadar mengajarkan ilmu, tetapi menebarkan nilai dan keberpihakan. Melalui PLD, kampus ini hadir di tengah masyarakat yang membutuhkan perhatian lebih, terutama komunitas difabel yang kerap terabaikan dalam wacana besar pendidikan nasional. “Inilah bagian dari tridarma kami. Mengabdi kepada masyarakat tanpa syarat, karena kami percaya pendidikan adalah tanggung jawab bersama,” tegas Dr. Asep.
Bagi UIN Sunan Kalijaga, kegiatan ini bukanlah yang pertama, dan tentu bukan yang terakhir. Kampus ini berkomitmen terus menjadi suluh bagi siapa saja yang membutuhkan jalan, termasuk para pendidik difabel yang tiap harinya menyalakan harapan kecil di ruang-ruang belajar yang sunyi. Merekalah penjaga asa bagi anak-anak istimewa bangsa ini, yang kelak juga akan berkuliah, mungkin di kampus biasa, juga di kampus kehidupan, bersama kita semua.
Sebagai kampus yang menjunjung tinggi nilai-nilai inklusifitas, UIN Sunan Kalijaga telah lama membuka ruang seluas-luasnya bagi difabel untuk mengakses pendidikan tinggi. Salah satu wujud nyatanya adalah penyediaan jalur mandiri khusus difabel dalam proses penerimaan mahasiswa baru, serta keberadaan Pusat Layanan Difabel (PLD) yang terus mengembangkan layanan pendukung akademik, sosial, dan psikologis bagi mahasiswa difabel. Inklusi bukan hanya program di kampus ini, tetapi telah menjadi core value yang tertanam dalam spirit kelembagaan, yang menjadikan UIN Sunan Kalijaga rumah bagi semua, tanpa kecuali.(humassk)